PONTIANAK – Alih-alih menjadi malam yang tenang bagi warga Pontianak Selatan, Sabtu malam justru berubah jadi ajang kebut liar yang kembali memperlihatkan lemahnya pengawasan sosial dan pembinaan anak muda di kota ini. Polisi memang bergerak cepat, namun razia rutin tanpa solusi mendasar hanyalah obat sementara bagi penyakit kronis: budaya balap liar yang kian mengakar di kalangan remaja.
Kapolsek Pontianak Selatan, AKP Inayatun Nurhasanah, menegaskan bahwa kegiatan tersebut merupakan bagian dari patroli “Malam Minggu Aman” yang rutin dilakukan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Polsek Pontianak Selatan telah melaksanakan kegiatan Malam Minggu Aman. Dalam kegiatan tersebut, kami mendapati sejumlah warga atau remaja yang melakukan aksi balap liar yang cukup meresahkan, mengganggu lalu lintas, dan membahayakan pengguna jalan lain,” ujarnya, Sabtu (11/10/2025).
Namun, di balik keberhasilan razia tersebut, muncul pertanyaan besar: sampai kapan Pontianak akan terus menghadapi fenomena serupa tanpa solusi yang menyentuh akar masalahnya? Balap liar bukan sekadar pelanggaran lalu lintas; ia adalah cermin dari minimnya ruang ekspresi dan kegiatan positif bagi remaja di kota ini.
AKP Inayatun menjelaskan, aksi balapan tersebut dilakukan oleh para remaja, bahkan anak di bawah umur, pada jam-jam rawan antara pukul 24.00 WIB hingga menjelang pagi.
“Beberapa pengendara sudah kami berikan penindakan berupa surat tilang, sementara untuk yang masih di bawah umur kami panggil orang tuanya untuk menjemput dan membuat surat pernyataan,” jelasnya.
Dari operasi tersebut, 13 unit sepeda motor berhasil diamankan, sebagian tanpa surat-surat kendaraan alias bodong. Polisi juga menahan beberapa unit karena menggunakan knalpot bising yang meresahkan warga. “Dari hasil pemeriksaan, ada beberapa kendaraan tanpa surat alias bodong, sehingga masih kami tahan di Polsek untuk proses lebih lanjut,” pungkas AKP Inayatun.
Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu titik. Lokasi yang paling sering dijadikan arena kebut liar ialah Jalan Ahmad Yani, dari simpang Universitas OSO hingga bundaran Taman Digulis, juga di Jalan MT Haryono dan Jalan Sutoyo. Jalur yang mulus dan lebar dianggap ideal oleh para pelaku untuk memacu kendaraan hingga kecepatan berbahaya.
Ironisnya, sebagian besar pelaku justru mengaku melakukan aksi tersebut untuk “menyalurkan adrenalin” dan “sekadar bersenang-senang”. Pernyataan ini menegaskan bahwa fenomena balap liar bukan hanya masalah pelanggaran hukum, melainkan juga kegagalan sosial kurangnya ruang publik, fasilitas olahraga otomotif, dan bimbingan keluarga.
Pihak kepolisian mengimbau agar para orang tua lebih aktif mengawasi kegiatan anak-anak mereka pada malam hari. “Kami minta agar anak-anak sudah berada di rumah pada jam-jam kecil dan tidak melakukan kegiatan balap liar,” tegas AKP Inayatun.
Namun, tanpa upaya nyata pemerintah daerah menyediakan wadah bagi hobi otomotif anak muda, razia-razia seperti ini hanya akan jadi ritual rutin tanpa hasil nyata. Hari ini 13 motor diamankan, minggu depan mungkin 20 lagi. Sementara risiko kecelakaan dan hilangnya nyawa di jalan terus mengintai. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan