TUNIS — Surat edaran yang mengatasnamakan Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Tunisia dan mewajibkan mahasiswa baru membawa “barang titipan” seperti rokok, kerudung, dan kosmetik memicu gelombang kritik di media sosial. Surat yang berkop resmi PPI Tunisia itu menuliskan ancaman sanksi administratif bagi mahasiswa baru yang tak memenuhi “kewajiban” tersebut.
“Apabila terdapat mahasiswa baru yang tidak melaksanakan kewajiban membawa barang titipan dan pemberian hibah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, yang bersangkutan akan dikenai sanksi administratif atau sanksi tertentu sesuai dengan peraturan yang berlaku,” demikian bunyi kutipan surat itu.
Melalui akun Instagram resminya, Minggu (12/10/2025), PPI Tunisia akhirnya buka suara. Mereka menyebut surat tersebut bukan bentuk paksaan atau pemalakan, melainkan bagian dari sistem “tanggung jawab administratif” organisasi. “Kata ‘diwajibkan’ bukan bermakna pemaksaan, tetapi tanggung jawab administratif untuk memastikan kelancaran distribusi barang organisasi,” tulis pernyataan resmi mereka.
Namun, penjelasan itu justru menimbulkan pertanyaan baru. Publik menilai alasan “administratif” tak cukup untuk membenarkan penggunaan kata “wajib” dan “sanksi” pada barang-barang yang tidak berkaitan langsung dengan kegiatan akademik. Terlebih, salah satu barang dalam daftar adalah rokok produk yang tidak hanya tidak mendidik, tetapi juga bertentangan dengan nilai kesehatan yang semestinya dijunjung tinggi oleh kalangan intelektual muda.
PPI Tunisia mengklaim bahwa semua pengadaan dan pengiriman barang menggunakan dana resmi organisasi, bukan dari dana pribadi mahasiswa baru. Mereka juga menegaskan telah ada kesepakatan tertulis antara pihak organisasi dan calon mahasiswa baru terkait jenis serta jumlah barang yang dititipkan.
“Nama-nama yang tercantum dalam surat edaran bukanlah senior atau pihak lain yang menitipkan barang, melainkan mahasiswa baru yang menjadi penerima titipan,” tegas mereka.
Meski demikian, penggunaan istilah seperti “barang titipan” dan “hibah” tetap menimbulkan kesan tidak transparan. Kritik datang dari berbagai pihak yang menilai PPI Tunisia seolah memperlakukan mahasiswa baru sebagai kurir organisasi, bukan sebagai anggota yang setara.
Organisasi mahasiswa tersebut juga menyinggung soal “uang pangkal” sebesar Rp1 juta yang disebut sebagai biaya keanggotaan dan dana perputaran untuk mendukung program PPI Tunisia. Dana itu, kata mereka, digunakan untuk kegiatan tahunan, kajian ilmiah, serta pengawalan administrasi dan kesehatan mahasiswa baru.
Dalam klarifikasinya, PPI Tunisia berjanji menarik surat edaran itu dan menyampaikan permohonan maaf kepada calon mahasiswa baru. “Kami memandang dinamika yang terjadi sebagai bahan refleksi dan evaluasi berharga untuk memperkuat tata kelola organisasi di masa mendatang,” tulis pernyataan resmi tersebut.
Namun di mata publik, surat itu sudah menjadi simbol kecil dari masalah besar: bagaimana organisasi mahasiswa di luar negeri terkadang lupa membedakan antara struktur solidaritas dan struktur kekuasaan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan