Kegiatan Sekolah Berujung Maut di Pantai Anjir

KETAPANG — Pencarian tiga pelajar MTs Negeri 2 Filial Ketapang yang terseret ombak di Pantai Anjir, Desa Batu Begendang, Kecamatan Kendawangan, masih terus dilakukan hingga Minggu, 12 Oktober 2025. Namun di balik operasi penyisiran yang melelahkan itu, tersimpan pertanyaan besar: mengapa kegiatan sekolah bisa berujung maut di pantai yang dikenal berarus kuat?

Kepala Pos SAR Ketapang, Ayub, mengatakan dua dari tiga korban telah ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Sementara satu pelajar lainnya belum ditemukan hingga saat ini. “Korban ada tiga, dua di antaranya sudah ditemukan meninggal dunia, satu masih dalam pencarian,” ujar Ayub kepada wartawan, Minggu (12/10/2025).

Tim SAR gabungan telah membagi wilayah pencarian dalam beberapa sektor, mulai dari aliran sungai, muara, hingga perairan sekitar. “Metode penyisiran dilakukan di permukaan air. Kami berharap ada titik terang agar korban segera ditemukan,” tambah Ayub.

Operasi pencarian dilakukan sejak pagi hingga malam hari. “Pencarian kami lakukan setiap hari hingga hari ketujuh, dimulai sekitar pukul 06.00 WIB hingga 18.00 WIB. Jika kondisi memungkinkan, malam hari sekitar pukul 19.00 hingga 23.00 WIB tim SAR gabungan tetap melanjutkan penyisiran,” jelasnya.

Menurut Ayub, jika korban belum juga ditemukan hingga hari ketujuh, operasi akan berlanjut dalam bentuk pemantauan. “Kami tutup sementara di hari ketujuh dan lanjutkan pemantauan dengan menyebarluaskan informasi kepada potensi-potensi SAR, termasuk melalui radio SROP Ketapang agar nelayan bisa segera melapor jika menemukan korban,” katanya.

Namun, tragedi ini menimbulkan sorotan tajam terhadap pihak sekolah. Insiden bermula dari kegiatan olahraga dan penjelajahan sekolah pada Rabu, 8 Oktober 2025. Sebanyak tujuh siswa bermain di sekitar pantai, namun tiga di antaranya terseret ombak dan hilang. Pertanyaan yang muncul kemudian: di mana pengawasan guru saat kegiatan berlangsung?

Pantai Anjir bukan lokasi wisata yang aman untuk aktivitas pelajar tanpa pendampingan ketat. Warga setempat bahkan sudah lama memperingatkan tentang derasnya arus di kawasan itu. Namun, peringatan sering kali hanya menjadi suara yang diabaikan hingga tragedi terjadi.

Kecelakaan ini menambah daftar panjang insiden fatal akibat lemahnya pengawasan kegiatan sekolah di ruang terbuka. Tidak ada mekanisme jelas tentang izin lokasi kegiatan, analisis risiko, atau kesiapsiagaan darurat.

Di sisi lain, pemerintah daerah dan instansi pendidikan tampak lebih sibuk memberi ucapan belasungkawa daripada menjawab bagaimana kelalaian ini bisa terjadi. Nyawa tiga pelajar melayang bukan karena nasib semata, tetapi karena abai terhadap keselamatan yang semestinya menjadi prioritas utama pendidikan.

Pantai Anjir kini tidak hanya menyisakan ombak dan pasir, tetapi juga duka mendalam dan pertanyaan yang menggantung kapan keselamatan pelajar benar-benar menjadi perhatian, bukan sekadar formalitas setelah tragedi? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com