SAMBAS — Jasad seorang anak buah kapal (ABK) KM ABG Kepri bernama Sechali (39) akhirnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di Pantai Dusun Ramayadi, Desa Jawai Laut, Kecamatan Jawai Selatan, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, Minggu (12/10/2025). Ia tenggelam setelah kapal tempatnya bekerja mengalami insiden di perairan Muara Sungai Sambas Besar, Pemangkat.
Koordinator Pos SAR Sintete, Zulhijah, membenarkan bahwa korban ditemukan setelah beberapa hari hilang. “Sudah ketemu, pada pukul 06.00 WIB SAR gabungan menerima laporan adanya penemuan mayat korban perahu tenggelam ABK KM ABG Kepri dari warga di Pantai Dusun Ramayadi Desa Jawai Laut, Kecamatan Jawai Selatan,” ujarnya.
Tim SAR gabungan segera mengevakuasi jasad korban ke rumah sakit setempat sebelum diserahkan kepada pihak keluarga. “Korban ditemukan, sudah kita temukan kita langsung melakukan evakuasi dan akan kita serahkan ke pihak keluarga yang ada di sini,” kata Zulhijah.
Dengan ditemukannya korban, operasi pencarian resmi dinyatakan selesai. “Baru kita akan mengusulkan penutupan operasi pencarian dan semua unsur kita kembalikan ke kesatuan masing-masing,” tambahnya.
Namun di balik keberhasilan operasi penyelamatan itu, muncul pertanyaan besar yang jarang disentuh: mengapa kecelakaan di laut terus berulang tanpa perbaikan sistem keselamatan yang memadai? Tragedi seperti ini bukan peristiwa tunggal, melainkan cerminan dari lemahnya penerapan keselamatan kerja di industri pelayaran kecil, terutama di wilayah pesisir Kalimantan Barat.
Banyak ABK di kapal kecil bekerja tanpa perlengkapan standar, tanpa asuransi, bahkan tanpa pelatihan keselamatan dasar. Ironisnya, praktik ini sudah dianggap “biasa”. Setiap kali kecelakaan terjadi, fokus selalu tertuju pada pencarian jenazah bukan pada mengapa dan bagaimana nyawa itu bisa melayang.
Dalam kasus Sechali, tidak ada keterangan resmi mengenai penyebab pasti tenggelamnya kapal atau kondisi cuaca saat kejadian. Tidak ada laporan apakah kapal tersebut memiliki alat keselamatan memadai atau sekadar berlayar dengan doa dan nasib. Pertanyaan penting seperti ini kerap menguap tanpa jawaban.
Perairan Sambas dikenal memiliki ombak dan arus kuat, namun banyak kapal nelayan dan transportasi kecil yang tetap beroperasi tanpa standar keamanan. Kondisi ini menggambarkan betapa keselamatan laut di daerah pesisir sering kali diabaikan baik oleh perusahaan, pengawas pelayaran, maupun otoritas terkait.
Sechali menjadi satu dari sekian banyak korban yang tenggelam di laut tanpa sempat diketahui kisah lengkapnya. Tragedi ini seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan Kementerian Perhubungan untuk meninjau ulang izin operasi kapal kecil yang minim pengawasan.
Laut tidak hanya menelan tubuh, tetapi juga menenggelamkan kesadaran kita tentang betapa murahnya nyawa para pekerja laut di negeri ini. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan