KOTAWARINGIN TIMUR – Setelah hampir sepekan berjibaku dengan gelombang dan waktu, tim SAR gabungan akhirnya menutup operasi pencarian korban tenggelamnya Kapal Tug Boat Datine 138 di perairan utara Pantai Ujung Pandaran, Kecamatan Teluk Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Semua awak kapal yang sebelumnya dilaporkan hilang telah ditemukan. Namun, di balik penutupan operasi ini, tersisa tanya besar: bagaimana kapal kecil itu bisa karam begitu cepat di perairan yang dikenal relatif tenang?
Penghentian pencarian dilakukan pada Minggu (12/10/2025) sore, setelah tim menemukan jenazah terakhir di sekitar tebing Kalap, kawasan Pantai Ujung Pandaran. Korban terakhir diketahui bernama Cahyo (40), juru mudi kapal, yang hilang bersama dua rekannya sejak peristiwa nahas Selasa (07/10/2025) lalu.
“Dengan ditemukannya korban atas nama Cahyo, maka operasi SAR resmi kami nyatakan selesai. Seluruh korban sudah ditemukan dan dievakuasi,” ujar Kepala Seksi Operasi Basarnas Palangka Raya, Maulana Abdillah, Senin (13/10/2025).
Menurut Maulana, jenazah Cahyo ditemukan sejauh 30,23 mil laut ke arah barat laut dari lokasi awal kejadian, dan sekitar 447 meter dari titik penemuan jenazah sebelumnya. “Korban ditemukan di sekitar tebing Kalap dan langsung dievakuasi ke RSUD dr. Murjani Sampit untuk proses identifikasi,” jelasnya.
Sebelumnya, dua korban lain, Pujiono (KKM) dan Agus Sugianto (pengawal), juga telah ditemukan dalam kondisi meninggal dunia pada Jumat (10/10/2025). Sementara kapten kapal, Ode Zulfika (61), menjadi satu-satunya awak yang selamat setelah terombang-ambing di laut selama enam jam sebelum diselamatkan nelayan di sekitar perairan Pagatan.
Kepala Pelaksana BPBD Kotim, Multazam, menyampaikan bahwa kondisi laut yang tenang selama beberapa hari terakhir sangat membantu proses pencarian. “Kami bersyukur seluruh korban berhasil ditemukan. Malam ini tim kami kembali ke pos pantai untuk menutup operasi dan melakukan pemantauan lanjutan,” ujarnya.
Ia menambahkan, dalam beberapa malam terakhir, tim sempat bersiaga di sepanjang garis pantai karena adanya potensi pasang air laut yang dapat membawa korban ke tepi. “Benar saja, hari ini korban terakhir berhasil ditemukan di sekitar tebing Kalap,” kata Multazam.
Namun di balik keberhasilan tim gabungan, tragedi ini menimbulkan pertanyaan serius tentang keselamatan pelayaran kapal tugboat di perairan Kalimantan Tengah. Kapal Datine 138 diketahui membawa empat awak dan diduga mengalami kebocoran parah pada bagian lambung saat berlayar menuju perairan Kapuas.
Apakah kebocoran itu akibat faktor cuaca, usia kapal, atau kelalaian teknis, hingga kini belum dijelaskan secara resmi. Laporan sementara hanya menyebutkan bahwa kapal tenggelam begitu cepat sebelum sempat mengirimkan sinyal darurat.
Sayangnya, di banyak kasus tenggelamnya kapal kecil di wilayah pesisir Kalteng, evaluasi menyeluruh sering kali berhenti pada laporan evakuasi korban, bukan pada penyelidikan penyebab kecelakaan secara mendalam. Padahal, pelayaran tugboat kerap menjadi tulang punggung logistik industri kayu, batu bara, dan minyak sawit di daerah ini.
Jika sistem keselamatan dan pemeriksaan rutin kapal tidak diperketat, bukan tidak mungkin peristiwa serupa kembali terulang di perairan yang sama.
Tim gabungan dari Basarnas, BPBD, Polair, Pos AL, KSOP, dan nelayan lokal telah bekerja siang malam selama hampir sepekan. Penghargaan patut diberikan atas kerja mereka yang berhasil menemukan seluruh korban dalam waktu relatif cepat.
Namun sebagaimana diungkapkan beberapa warga nelayan Ujung Pandaran, peristiwa ini seharusnya menjadi bahan refleksi, bukan sekadar catatan penutupan operasi. “Laut ini sering tenang, tapi arusnya bisa mematikan kalau kapal sudah tua atau muatan tidak seimbang,” ujar salah satu nelayan yang enggan disebutkan namanya.
Pada akhirnya, operasi pencarian mungkin telah selesai, tapi tanggung jawab moral untuk memastikan keselamatan kapal-kapal kecil belum ditutup. “Operasi kami tutup sore ini. Terima kasih kepada seluruh unsur gabungan BPBD, Polair, Pos AL, KSOP, dan warga nelayan yang ikut membantu sejak hari pertama,” tutup Maulana Abdillah.
Gelombang mungkin telah reda, tubuh korban sudah ditemukan, tapi di balik laut yang kembali tenang, masih mengapung pertanyaan tentang kesiapan sistem keselamatan laut di daerah-daerah terpencil seperti Kotim. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan