Anak Tebas Ayah Gara-Gara Layangan

KUBU RAYA – Sebuah layangan memicu darah tumpah di Dusun Karya Tani, Desa Jeruju Besar, Kecamatan Sungai Kakap. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga kembali terjadi, dan kali ini bukan antara pasangan suami istri, melainkan ayah dan anak kandung.

Senin siang, 13 Oktober 2025, sekitar pukul 11.30 WIB, suasana tenang di Jalan Parit Cik Minah Darat mendadak berubah tegang. Aspahani (65) hanya bermaksud menegur anaknya P (27) agar berhenti membuat layangan menjelang waktu salat Zuhur. Tapi teguran yang seharusnya jadi nasihat ayah kepada anak, justru dibalas dengan amarah dan senjata tajam.

“Benar, telah terjadi dugaan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga antara anak dan orang tua di wilayah Desa Jeruju Besar. Saat ini pelaku sudah kami amankan dan sedang dimintai keterangan lebih lanjut,” ujar Kanit Reskrim Polsek Sungai Kakap, IPDA Adrianus Ari, mewakili Kapolsek Sungai Kakap IPDA Dollas Zimmi Saputra Nainggolan, Senin (13/10/2025).

Dari penyelidikan awal, tragedi ini bermula dari hal sepele sebuah layangan. Aspahani menegur anaknya agar menghentikan aktivitas itu, bahkan sempat mengancam akan membakarnya. Namun pelaku menjawab enteng, “Cobelah bakar.” Kalimat yang mungkin dimaksud menantang itu berubah menjadi pemicu amarah. Sang ayah menjambak rambut anaknya, lalu keduanya terlibat perkelahian.

Dalam kemarahan membabi buta, sang anak mengambil parang di ruang tengah dan menebaskannya ke arah ayah sendiri. Dua luka bacok di punggung dan satu di bahu kiri membuat korban roboh bersimbah darah. Warga yang melihat tak berani melerai karena pelaku masih menggenggam parang.

“Korban mengalami dua luka bacok di bagian punggung dan satu luka di bahu kiri. Setelah kejadian, warga langsung membawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif,” jelas IPDA Adrianus.

Ironisnya, setelah darah berhenti mengalir, barulah pelaku menyerahkan diri. Ia membawa parang itu ke rumah tetangga bernama Parto dan mengaku menyesal. Polisi segera mengamankan pelaku beserta barang bukti.

Namun peristiwa ini bukan sekadar catatan kriminal. Ia adalah potret getir retaknya komunikasi dan hilangnya penghormatan dalam keluarga. Hanya karena teguran waktu salat, seorang anak tega melukai orang tuanya sendiri. Ini bukan sekadar soal amarah, tetapi cerminan krisis moral dan kontrol diri yang kian rapuh di tengah masyarakat.

“Kami memastikan proses hukum akan berjalan sesuai aturan yang berlaku. Peristiwa ini menjadi pengingat agar setiap anggota keluarga dapat mengendalikan emosi dalam menghadapi perbedaan,” kata IPDA Adrianus.

Warga sekitar pun tak menyangka tragedi bisa meledak dari hal remeh. “Selama ini bapak sama anaknya nggak pernah ribut besar. Cuma gara-gara layangan bisa sampai begini, kami kaget,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya.

Kini, pertanyaan yang tersisa: jika layangan bisa membuat darah ayah dan anak bercampur di lantai rumah, apa lagi yang bisa memicu kekerasan berikutnya? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com