DHAKA – Kebakaran besar kembali melanda Dhaka, ibu kota Bangladesh, Senin malam. Sebuah pabrik kimia dan garmen di kawasan padat penduduk dilalap api, menewaskan sedikitnya 16 orang. Tragedi ini bukan kejadian baru, melainkan pengulangan dari kelalaian lama yang tak kunjung diperbaiki: lemahnya pengawasan dan rendahnya standar keselamatan industri di negeri itu.
Menurut laporan AFP, Selasa (14/10/2025), api bermula di gudang bahan kimia sebelum merambat cepat ke bangunan pabrik garmen bertingkat di sekitarnya. Direktur Dinas Pemadam Kebakaran, Tajul Islam Chowdhury, mengungkapkan bahwa penyebab kematian sebagian besar korban adalah karena menghirup asap beracun.
“Korban tampaknya menderita luka inhalasi parah akibat bahan kimia, karena terdapat tumpukan bahan yang sangat mudah terbakar di dalamnya,” kata Chowdhury kepada wartawan.
Namun, di balik penjelasan teknis itu, pertanyaan lebih besar muncul: mengapa gudang bahan kimia dan pabrik garmen bisa berdiri berdampingan tanpa sistem keamanan terpadu? Apakah nyawa pekerja dan warga sekitar dianggap tak lebih penting dari keuntungan industri ekspor?
Di luar lokasi kejadian, suasana penuh duka. Kerabat korban berdiri di tengah abu dan reruntuhan, berharap menemukan orang-orang yang mereka cintai. Abdur Rahman, 19 tahun, mencari saudaranya, Robin, yang bekerja di pabrik tersebut.
“Saya menemukan salah satu rekannya, yang melarikan diri dengan memecahkan jendela. Dia melihat saudara saya, Robin, di dalam,” ujarnya. “Dia tidak selamat,” imbuh Rahman dengan suara lirih.
Beberapa keluarga lain membawa foto kerabat yang hilang, memohon informasi di tengah kepulan asap. Mereka bukan hanya menuntut kabar, tetapi juga keadilan atas kelalaian yang sudah menjadi pola berulang di industri Bangladesh.
Seorang saksi mata, Tahmina Sharmin (34), menggambarkan detik-detik awal kebakaran. “Ia mendengar ledakan keras sebelum area tersebut dipenuhi api dan asap. Orang-orang terkejut dan awalnya tidak tahu harus berbuat apa,” katanya kepada AFP. Sharmin mengaku termasuk orang pertama yang berlari membantu sebelum petugas pemadam kebakaran tiba.
Tragedi di Dhaka ini kembali menyingkap wajah gelap sektor industri Bangladesh yang menjadi tulang punggung ekspor negara itu. Lebih dari 26.500 kebakaran dilaporkan tahun lalu saja, sebagian besar disebabkan oleh lemahnya regulasi keselamatan. Banyak pabrik beroperasi tanpa izin layak, sementara inspeksi pemerintah kerap bersifat formalitas.
Kasus seperti ini bukan yang pertama. Tahun 2021, kebakaran di pabrik pengolahan makanan menewaskan 52 orang, termasuk anak-anak. Lebih buruk lagi, pada 2012, sedikitnya 111 pekerja tewas dan 200 lainnya luka-luka saat api melalap pabrik garmen di pinggiran Dhaka. Dua belas tahun berlalu, namun sistem yang gagal itu masih dibiarkan berjalan.
Kebakaran di pabrik kimia kali ini bukan sekadar bencana, melainkan cerminan dari ketidakseriusan pemerintah dan industri dalam melindungi tenaga kerja mereka sendiri. Setiap kobaran api seolah menjadi pengingat bahwa di Bangladesh, keselamatan kerja masih dianggap sebagai beban, bukan kewajiban moral maupun hukum. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan