LANAH LAUT – Kobaran api yang melahap delapan rumah di RT 5 Dusun 2, Desa Pandahan, Kecamatan Batibati, Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kalimantan Selatan, tiga hari lalu, menyisakan bukan hanya puing, tapi juga luka sosial dan kekecewaan. Sepuluh kepala keluarga kini kehilangan tempat tinggal dan harta benda. Namun, di balik kesedihan itu, muncul pertanyaan besar: di mana langkah nyata pemerintah daerah sebelum bencana ini terjadi?
Lidah api yang melalap pemukiman dini hari, Senin (13/10/2025), telah menghanguskan seluruh isi rumah warga. Dari delapan rumah, lima di antaranya rata dengan tanah. Salah satunya rumah milik Abdullah, yang kini hanya tersisa tiang-tiang gosong dan arang hitam.
“Habis semua barang di rumah saya. Cuma satu unit kendaraan roda dua yang berhasil diselamatkan anak saya, Ibnu Ataillah,” ujar Abdullah saat ditemui, Rabu (15/10/2025).
Namun, perjuangan anaknya menyelamatkan harta benda justru berujung luka. Ibnu terbakar di bagian wajah, lengan, dan betis karena tersambar api saat berusaha menyelamatkan motor lainnya. Upaya itu gagal, sementara kobaran api makin menggila.
Abdullah menyebut kerugiannya mencapai Rp300 juta, mencakup rumah, dua unit kulkas, dua televisi, dua mesin kelotok, dan 200 blek gabah siam hasil panen yang juga hangus terbakar. Kini, ia hanya bisa memunguti sisa gabah yang bercampur debu puing, berharap masih berguna sebagai pakan ternak.
Ironisnya, kebakaran di Pandahan bukan kali pertama terjadi di wilayah Tanah Laut. Namun pola penanganannya masih sama: bantuan datang setelah api padam. Pemerintah baru bergerak ketika warga sudah kehilangan segalanya.
Bupati Tala H. Rahmat Trianto, yang meninjau lokasi pada Senin sore (13/10/2025), memang menjanjikan bantuan material untuk para korban. Bantuan pangan dan nonpangan pun diserahkan oleh Dinas Sosial Tala, BPBD, PMI, Pemdes Gunungraja, serta Polsek Batibati. Tapi janji bantuan semacam ini sering berulang tanpa ada perbaikan sistem mitigasi kebakaran di desa-desa rawan.
Pemerintah daerah seharusnya tidak hanya datang setelah kejadian, tapi lebih aktif membangun kesadaran dan sistem pencegahan kebakaran di permukiman padat kayu seperti Pandahan. Hingga kini, belum terlihat program nyata seperti pelatihan warga, penyediaan alat pemadam ringan, atau jaringan air darurat.
Kepala Desa Pandahan, H. Alfian Taurus, mengucapkan terima kasih atas bantuan yang diterima dan menyebut ada rencana bantuan papan partisi dari perusahaan di desa tetangga, Lianganggang. Namun kenyataannya, warga korban kebakaran tetap harus memulai dari nol, bergantung pada bantuan seadanya dan kebaikan perusahaan.
Warga seperti Abdullah tidak butuh janji belas kasihan, tetapi sistem perlindungan sosial yang tangguh dan respons cepat dari pemerintah. Tanpa itu, setiap kobaran api akan terus menjadi berita tahunan: rumah terbakar, bantuan dibagikan, dan janji pemulihan kembali diucapkan sampai bencana berikutnya datang. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan