TARAKAN – Kasus penangkapan seorang ibu rumah tangga berinisial R (29) di Jalan Kusuma Bangsa, Kelurahan Gunung Lingkas, Tarakan, menambah panjang daftar perempuan muda yang terseret dalam bisnis gelap narkotika. Namun di balik pengungkapan 12 paket sabu-sabu yang disebut “siap edar”, tersimpan potret kegagalan sistem pencegahan dan rehabilitasi yang seolah tak pernah belajar dari kesalahan lama.
R digerebek aparat Satuan Reserse Narkotika Polres Tarakan pada Senin (08/09/2025) dini hari sekitar pukul 00.30 Wita. Polisi menyebut, rumah kontrakan R kerap didatangi orang luar dengan pola mencurigakan. Saat dilakukan penggerebekan, tersangka berupaya melarikan diri ke kamar mandi sambil membawa bungkusan plastik berisi sabu.
“Personel di lapangan dapat informasi bahwa di salah satu rumah kontrakan sering ada warga dari luar yang datang lalu pergi. Kemudian dilakukan penyelidikan hingga akhirnya dilakukan penggerebekan. Ternyata si tersangka ini sudah lari ke arah WC, dengan membawa bungkusan yang ternyata isinya adalah sabu-sabu,” terang Kapolres Tarakan, AKBP Erwin S. Manik melalui KBO Satresnarkoba, Iptu Amiruddin Huzain, Selasa (14/10/2025).
Namun dari keterangan tersangka, terungkap fakta yang lebih kelam: sabu-sabu tersebut ternyata milik suaminya sendiri. Ketua RT setempat yang dipanggil menyaksikan pemeriksaan menemukan barang bukti di dalam dompet emas yang tersimpan dalam plastik hitam.
“Ternyata tersangka ini membeli sabu dari suaminya sendiri dengan harga Rp7 juta dengan berat kurang lebih 12 gram, namun yang sudah dibayar baru sekitar Rp5 juta. Jadi masih kurang Rp2 juta lagi, yang rencananya dia akan bayar setelah barangnya terjual. Kemudian tersangka sendiri memang pemakaian berat sejak remaja,” ujar Iptu Amiruddin.
Kasus ini menunjukkan bahwa peredaran narkotika di Tarakan bukan hanya urusan transaksi, tetapi juga bentuk putus asa sosial dan ekonomi. Seorang ibu muda dengan bayi berusia lima bulan harus menjalani hidup dalam lingkaran gelap bersama suaminya yang menjadi pemasok sabu. Tragisnya, bayi tersebut kini dititipkan kepada neneknya sementara ibunya mendekam di balik jeruji.
Ironinya, aparat tampak puas dengan pemusnahan barang bukti dan pemenuhan prosedur hukum, tanpa menyentuh akar persoalan: mengapa pecandu lama seperti R tidak pernah tersentuh program rehabilitasi sosial yang berkelanjutan? Mengapa pengawasan terhadap residivis atau pengguna berat begitu longgar hingga mereka kembali menjadi pengedar di rumah kontrakan yang bahkan bisa diakses oleh siapa saja?
Barang bukti sabu milik R dimusnahkan bersama dua kasus lainnya dengan total 48,2 gram sabu. Sebagian disisihkan untuk kepentingan persidangan dan uji laboratorium, sedangkan sisanya dilarutkan ke air dan dibuang ke WC. Sebuah prosedur formal yang terlihat rapi di atas kertas, tapi tak menghapus fakta bahwa Tarakan terus menjadi titik rawan peredaran narkoba yang kini menjebak bahkan para ibu muda. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan