SAMPIT – Seekor lutung abu-abu (Trachypithecus cristatus) jantan ditemukan dalam kondisi luka-luka dan akhirnya diserahkan warga kepada petugas Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Damkar) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Rabu (15/10/2025) malam pukul 18.30 WIB. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius tentang perlindungan satwa liar dan kesadaran masyarakat terhadap satwa yang dilindungi undang-undang.
Satwa itu awalnya ditemukan tergeletak di tengah jalan Desa Bajarum, Kecamatan Kotabesi, oleh seorang warga bernama Iyan. Merasa iba, ia menyerahkan lutung tersebut ke M Febri, yang kemudian membawa hewan itu ke Damkar di Markas Komando (Mako) Kotim. Langkah sukarela warga patut diapresiasi, tetapi fakta bahwa lutung terluka di jalan menunjukkan potensi kekerasan atau pengabaian terhadap satwa liar yang masih marak di wilayah ini.
Setelah serah terima, petugas Damkar berkoordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Sampit dan komunitas pecinta satwa Reptil Sampit. Lutung itu langsung dibawa ke klinik hewan untuk perawatan medis. Komandan BKSDA Resort Sampit, Muriansyah, menyebutkan, “Luka di bagian ekor dan punggung dijahit, sedangkan luka di tangan dan bibir dibersihkan,” Kamis (16/10/2025). Pemeriksaan juga menunjukkan taring atas lutung patah, menandakan kemungkinan benturan atau penganiayaan.
Meski lutung abu-abu bukan satwa yang terancam punah, hewan ini tetap dilindungi undang-undang. Kasus ini menjadi peringatan bahwa masyarakat perlu lebih peduli dan memahami aturan hukum terkait satwa liar. Menangkap, memelihara, atau memperjualbelikan satwa tanpa izin tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat membahayakan keselamatan hewan dan manusia.
Lutung kini diamankan di Salter Animal Rescue, dikelola Komunitas Reptil Sampit, untuk observasi dan pemulihan kesehatan. Rencana pelepasliaran akan dilakukan di hutan alami yang masih memiliki sungai, habitat asli lutung abu-abu. Beberapa lokasi potensial antara lain Kecamatan Seranau, Kecamatan Teluk Sampit, dan Pulau Hanaut.
Kasus ini juga menyoroti lemahnya pengawasan terhadap satwa liar di Kotim. Luka-luka yang dialami lutung bisa menjadi indikator penganiayaan atau konflik dengan manusia, baik sengaja maupun tidak. Tanpa sistem pengawasan dan edukasi yang memadai, kasus serupa bisa berulang, mengancam kesejahteraan satwa dan ekosistem.
Muriansyah menegaskan, “Masyarakat diimbau untuk tidak menangkap, memperjualbelikan, atau memelihara satwa ini tanpa izin.” Pernyataan ini menekankan pentingnya kesadaran hukum dan tanggung jawab sosial. Selain peran pemerintah dan komunitas, edukasi dan partisipasi warga menjadi kunci utama dalam menjaga kelestarian satwa liar di Kotim.
Kejadian penyerahan lutung ini seharusnya tidak hanya menjadi berita positif semata, tetapi juga refleksi terhadap lemahnya pengawasan satwa dan potensi penganiayaan yang masih terjadi di lapangan. Perlindungan satwa liar membutuhkan tindakan preventif, pengawasan ketat, dan kepedulian aktif masyarakat agar kasus serupa dapat diminimalkan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan