SUMATERA SELATAN — Penangkapan pelaku pembunuhan Anti Puspita Sari (22), wanita muda yang sedang hamil dan ditemukan tewas di kamar hotel di Palembang, kembali menyoroti potret kelam kekerasan terhadap perempuan di ruang privat. Di balik kasus yang disebut-sebut berlatar transaksi “open BO”, tersimpan kisah tragis seorang perempuan yang kehilangan nyawa di tengah lemahnya perlindungan dan moral publik yang kian kabur.
Pelaku ditangkap oleh tim gabungan Unit IV Jatanras dan Satreskrim Polrestabes Palembang di kawasan Muara Padang, Banyuasin, Rabu (15/10/2025) malam. “Benar, pelaku sudah ditangkap tim gabungan Jatanras Polda Sumsel dan Satreskrim Polrestabes Palembang,” kata Kabid Humas Polda Sumsel Kombes Nandang Mukmin Wijaya, dikutip Kamis (16/10/2025).
Namun, di tengah proses hukum yang berjalan, kasus ini menimbulkan pertanyaan lebih dalam: sampai kapan perempuan dibiarkan menjadi korban dalam lingkar kekerasan, ekonomi, dan moralitas yang abu-abu?
Menurut Nandang, pelaku kini masih menjalani pemeriksaan mendalam untuk mengungkap motif dan kronologi kejadian. “Identitas pelaku dan kronologi penangkapan akan disampaikan pada rilis resmi Jumat (16/10/2025),” ujarnya. Polisi berjanji akan mengungkap seluruh detail kejadian.
Sementara itu, sang suami, Adi Rosadi, masih dirundung duka. Ia menggambarkan almarhumah sebagai sosok yang hangat dan ceria. “Almarhumah ini orangnya ceria, sangat ceria. Dia ini manja sama saya, tidak mau lepas kalau sedang bersama,” kata Adi. Namun, di hari kejadian, ia mengaku istrinya tampak lain. “Sebelum pergi, wajahnya terlihat berbeda. Biasanya ceria, hari itu lesu seharian,” tambahnya.
Kasus ini menjadi cermin betapa masih lemahnya kesadaran moral masyarakat terhadap nilai kemanusiaan, terutama terhadap perempuan. Fenomena kekerasan yang melibatkan perempuan dalam relasi transaksional bukan hanya soal kriminalitas, tetapi juga kegagalan sosial dalam melindungi martabat manusia.
Di saat aparat bekerja mengusut kasus, publik diingatkan bahwa setiap tragedi seperti ini tidak boleh berhenti hanya pada vonis pelaku. Ada sistem sosial, budaya, dan ekonomi yang membiarkan perempuan jatuh ke situasi berisiko. Tanpa koreksi struktural, tragedi serupa hanya akan berulang dengan nama korban yang berbeda. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan