TARAKAN – Di tengah gencarnya kampanye digitalisasi dokumen kependudukan, muncul ancaman baru yang justru memanfaatkan celah kepercayaan publik terhadap pemerintah. Masyarakat kini diimbau mewaspadai modus penipuan yang mengatasnamakan petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Tarakan, dengan dalih membantu aktivasi KTP digital.
Kepala Disdukcapil Tarakan, Hery Purwono, mengakui pihaknya menerima beberapa laporan dari warga yang menjadi korban penipuan. Pelaku berpura-pura sebagai petugas resmi dan meminta data pribadi dengan iming-iming bantuan teknis aktivasi KTP digital.
“Mulai dari dimintai barcode, kode OTP hingga data-data pribadi melalui telepon WhatsApp,” ujarnya, Kamis (16/10/2025).
Ironisnya, di tengah upaya pemerintah mendorong layanan publik berbasis digital, pengawasan terhadap penyalahgunaan identitas instansi justru tampak longgar. Masyarakat dibiarkan menghadapi risiko kebocoran data pribadi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Hery menegaskan, Disdukcapil tidak pernah melakukan aktivasi KTP digital melalui telepon atau pesan pribadi, melainkan hanya melalui layanan resmi di kantor, aplikasi, atau laman pemerintah. “Tidak ada layanan melalui telepon atau pesan pribadi. Kalau menerima telepon tidak jelas mengatasnamakan Disdukcapil, sudah pasti penipuan,” tegasnya.
Modus penipuan ini berlangsung sederhana tapi efektif. Pelaku memperkenalkan diri sebagai staf Disdukcapil, lalu mengirimkan barcode palsu melalui pesan WhatsApp, seolah-olah bagian dari proses aktivasi. Korban kemudian diminta memindai barcode dan merekam layar sebagai “bukti verifikasi”. Dari sanalah data korban bisa disalahgunakan untuk berbagai kejahatan digital. “Korban disuruh scan barcode tersebut untuk melakukan aktivasi KTP digital, bahkan prosesnya harus direkam layar,” ungkap Hery.
Kejadian ini seolah menegaskan lemahnya literasi digital masyarakat sekaligus menggambarkan betapa rawannya sistem pelayanan publik berbasis daring tanpa pengawasan ketat. Banyak warga belum memahami bahwa barcode, OTP, hingga NIK dan foto KTP merupakan data sensitif yang tak boleh dibagikan.
Sebagai bentuk mitigasi, Disdukcapil Tarakan telah mengunggah peringatan di media sosial yang berisi pola modus, risiko yang ditimbulkan, dan panduan agar masyarakat tak mudah terperdaya. Namun, langkah ini tampak reaktif baru dilakukan setelah muncul korban.
Hery mengingatkan, masyarakat wajib skeptis terhadap panggilan atau pesan pribadi yang mengaku dari instansi pemerintah. “Jangan berikan NIK, foto KTP, selfie dengan KTP, atau kode OTP ke pihak yang mengaku sebagai petugas Disdukcapil melalui telepon atau pesan pribadi. Jika terlanjur, bisa langsung datang ke kantor kami atau segera lapor ke kepolisian,” imbaunya.
Fenomena ini membuka pertanyaan besar: sejauh mana keamanan data kependudukan dijaga oleh lembaga pemerintah? Ketika digitalisasi dipromosikan sebagai langkah efisiensi, publik justru dihadapkan pada ancaman kejahatan digital yang makin canggih dan sering kali, respons lembaga terkait datang setelah kebobolan terjadi. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan