SEOUL — Pemerintah Korea Selatan kembali menuai sorotan setelah Presiden Lee Jae Myung memerintahkan tindakan darurat untuk menghapus iklan daring pasca-puluhan warganya menjadi korban penipuan online scam di Kamboja. Namun di balik langkah cepat tersebut, publik mempertanyakan: mengapa tindakan tegas baru dilakukan setelah korban berjatuhan dan kasus ini menjadi viral?
Krisis online scam yang melibatkan warga Korea Selatan bukan fenomena baru. Sudah bertahun-tahun warga Korea dijebak dengan janji pekerjaan bergaji tinggi di Asia Tenggara mulai dari Kamboja hingga Laos untuk kemudian diperdagangkan dan dijadikan operator penipuan digital. Ironisnya, pemerintah baru “terbangun” setelah salah satu warganya, Park Min Ho, tewas diculik dan disiksa oleh jaringan kejahatan itu pada Agustus lalu.
Sekretaris Kepresidenan Lee Kyu Yeon mengatakan, Presiden telah memerintahkan lembaga penyiaran, media nasional, serta kepolisian untuk segera menghapus unggahan daring yang mengiklankan lowongan pekerjaan palsu bergaji tinggi di negara-negara Asia Tenggara. “Pihak berwenang berencana melakukan tinjauan komprehensif terhadap situs web yang mempromosikan iklan-iklan dan akan membagikan temuan mereka dengan operator portal yang lebih besar,” ujar Lee, Jumat (17/10/2025).
Langkah itu disertai kerja sama dengan perusahaan raksasa teknologi seperti Kakao, Naver, dan Google untuk membangun sistem pengaturan mandiri yang bertujuan mendeteksi dan menghapus unggahan mencurigakan. Namun, para pengamat menilai kebijakan ini hanya reaktif, bukan preventif. Pemerintah seolah baru bergerak setelah tekanan publik meningkat, padahal laporan mengenai perekrutan ilegal ke Asia Tenggara telah muncul sejak lama.
Lee Kyu Yeon juga menyebut, pemerintah khawatir jaringan kriminal akan mengalihkan operasi mereka ke negara lain di kawasan. Karena itu, Presiden Lee berjanji membangun respons lintas kementerian yang mencakup pencegahan, penyelamatan, identifikasi, hingga penuntutan. “Untuk memastikan keselamatan warga negara Korea dan mengekang eksploitasi mereka dalam penipuan daring,” katanya.
Namun banyak kalangan menilai janji itu belum menyentuh akar persoalan: lemahnya perlindungan terhadap tenaga kerja di luar negeri dan minimnya pengawasan platform digital di dalam negeri. Dalam kasus ini, algoritma perusahaan besar seperti Naver dan Kakao turut berperan dalam menyebarkan iklan-iklan palsu yang menjebak.
Belakangan, informasi terbaru menyebut sebanyak 59 warga Korea Selatan ditahan di Kamboja terkait online scamming sebagian diselamatkan, sebagian lainnya justru ditangkap karena ikut terlibat. Pemerintah kini tengah memulangkan mereka menggunakan pesawat sewaan.
“Karena sebagian besar dari mereka yang dipulangkan adalah tersangka kriminal yang surat perintah penangkapannya telah dikeluarkan oleh pemerintah Korea, mereka akan dikawal sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku,” kata Penasihat Keamanan Nasional Wi Sung Lac.
Langkah Presiden Lee patut diapresiasi sebagai upaya darurat, namun kritik tetap mengemuka: mengapa negara sebesar Korea Selatan baru menindak serius setelah tragedi? Perlindungan warga semestinya tidak menunggu korban. Jika kebijakan hanya lahir dari tekanan publik, maka ini bukan sekadar masalah keamanan digital tetapi juga kegagalan negara melindungi rakyatnya sendiri. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan