PAPUA — Penembakan brutal terhadap warga sipil kembali terjadi di Papua Tengah. Kali ini, kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Aibon Kogoya kembali beraksi, menembaki mobil yang melintas di kawasan Kali Semen, Wadio Atas, Distrik Nabire Barat, Kabupaten Nabire. Satu orang tewas, empat lainnya luka-luka. Namun, di balik tragedi berdarah ini, muncul pertanyaan besar: di mana negara ketika warganya terus menjadi sasaran di tanah sendiri?
Kaops Satgas Damai Cartenz, Brigjen Faizal Rahmadani, menjelaskan, korban tewas bernama Masturiyadi (50), penumpang mobil jenis Hilux. “Akibatnya, seorang penumpang yang berada di mobil jenis Hilux, yaitu Masturiyadi (50 tahun), tewas akibat luka tembak di bagian belakang kepala kanan,” ujarnya, Sabtu (18/10/2025).
Selain korban tewas, empat orang lainnya mengalami luka tembak, yakni Yance Makai (38), Aser Kegou (45), Martinus Makai (42), dan Ari. Mobil yang mereka tumpangi rusak berat dengan banyak lubang bekas peluru bukti nyata bahwa serangan itu bukan aksi sembarangan, melainkan penyerangan yang terencana.
Kelima korban telah dievakuasi ke RSUD Nabire dan mendapat perawatan medis. Namun, sebagaimana sering terjadi, masyarakat Papua kembali harus menanggung akibat dari konflik bersenjata yang tak berkesudahan. Sementara itu, aparat sibuk berjanji melakukan penyelidikan dan pengejaran, janji yang sudah berulang kali terdengar setiap kali tragedi serupa terjadi.
“Saat ini kami fokus melakukan pengejaran terhadap kelompok pelaku yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut dan memperkuat pengamanan di wilayah Nabire Barat. Kami meningkatkan patroli dan pengawasan di jalur-jalur yang dianggap rawan karena keamanan masyarakat menjadi prioritas utama Operasi Damai Cartenz,” ujar Brigjen Faizal.
Namun, kenyataan di lapangan berbicara lain. Selama bertahun-tahun, operasi keamanan di Papua lebih banyak menghasilkan korban daripada rasa aman. Penembakan demi penembakan terus berulang, sementara “penegakan hukum” hanya sebatas siaran pers dan laporan resmi tanpa akhir yang jelas.
Serangan terhadap warga sipil di Nabire ini bukanlah peristiwa pertama, dan tampaknya bukan yang terakhir. Situasi keamanan Papua terus memburuk, memperlihatkan betapa rapuhnya kehadiran negara di wilayah yang seharusnya menjadi bagian utuh dari Indonesia.
Publik pun mulai lelah mendengar narasi yang sama: “pengejaran pelaku,” “peningkatan patroli,” “keamanan warga jadi prioritas.” Semua terdengar formal, tapi tak pernah benar-benar mengubah kenyataan di lapangan. Selama itu pula, masyarakat Papua masih harus hidup dalam ketakutan di negeri yang katanya sudah damai. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan