IF Diringkus, Bawa 160 Pil Koplo

BANTEN – Peredaran obat keras di wilayah Kabupaten Serang kembali menyoroti lemahnya pengawasan serta minimnya upaya pencegahan terhadap maraknya penjualan pil koplo di tingkat akar rumput. Kasus terbaru menimpa seorang pemuda berinisial IF (23), yang ditangkap aparat Polres Serang karena menjual pil tramadol dan hexymer tanpa izin. Dari tangan pelaku, polisi menyita 160 butir obat keras serta sebuah telepon genggam yang digunakan untuk bertransaksi.

Penangkapan itu terjadi setelah warga melaporkan aktivitas mencurigakan di Desa Kubang Puji, Kecamatan Pontang, pada Kamis (16/10/2025) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB. Polisi yang bergerak cepat berhasil mengamankan tersangka tanpa perlawanan saat ia tengah menunggu pembeli.

“Saat diamankan, pelaku sedang menunggu konsumen. Dari lokasi, petugas menemukan 160 butir pil tramadol dan hexymer serta handphone yang digunakan tersangka sebagai alat transaksi,” ujar Kasatresnarkoba Polres Serang, AKP Bondan Rahadiansyah, Jumat (17/10/2025).

Namun di balik keberhasilan itu, kasus ini memperlihatkan masalah yang lebih dalam: mudahnya akses terhadap obat keras di kalangan muda serta lemahnya pengawasan distribusi di daerah. IF mengaku telah lebih dari sebulan mengedarkan obat tersebut demi mencukupi kebutuhan ekonomi.

“Tersangka mengaku mendapatkan pil koplo dari seseorang yang ditemui di sekitar Muara Angke, Jakarta Barat. Namun tersangka tidak mengetahui tempat tinggalnya karena transaksi dilakukan di jalanan,” terang Bondan.

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana mungkin distribusi obat keras dapat berlangsung bebas lintas wilayah tanpa terdeteksi aparat dan pengawasan farmasi? Fakta bahwa tersangka bisa dengan mudah memperoleh pasokan menunjukkan adanya celah besar dalam rantai pengendalian obat keras yang seharusnya diawasi ketat.

Bondan menegaskan, sesuai arahan Kapolres Serang AKBP Condro Sasongko, pihaknya tidak akan memberi ruang bagi pengedar narkoba dan obat keras di wilayah hukum Serang. “Kami akan terus melakukan upaya preventif dan represif agar masyarakat terbebas dari ancaman narkoba,” tegasnya.

Meski demikian, upaya represif seperti penangkapan demi penangkapan tampaknya belum cukup menekan peredaran obat terlarang di masyarakat. Tanpa pengawasan ketat terhadap apotek, jalur distribusi, dan peran aktif pemerintah daerah dalam edukasi bahaya obat keras, kasus serupa hanya akan berulang.

Bondan juga meminta masyarakat untuk aktif melaporkan aktivitas mencurigakan. “Peran serta masyarakat sangat penting dalam memberantas jaringan narkotika. Sekecil apa pun laporannya, segera kami tindak lanjuti,” ujarnya.

Seruan tersebut patut diapresiasi, namun sudah saatnya aparat tidak hanya menunggu laporan, melainkan juga memperkuat sistem pengawasan sejak hulu. Peredaran obat keras seperti tramadol dan hexymer bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga ancaman serius bagi generasi muda yang rentan terjerumus dalam ketergantungan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com