Cilincing Berdarah, Remaja Bunuh Bocah

JAKARTA – Kasus pembunuhan bocah berinisial VI (11) oleh remaja MR (15) di kawasan Semper Timur, Cilincing, Jakarta Utara, bukan sekadar peristiwa kriminal tragis. Kasus ini menyingkap potret kelam lemahnya pengawasan terhadap remaja dan rapuhnya kontrol sosial di lingkungan masyarakat perkotaan.

Polisi terus menyelidiki kasus ini yang terjadi pada Senin, 13 Oktober 2025, sekitar pukul 18.30 WIB. Fakta terbaru menunjukkan bahwa pelaku telah memiliki niat membunuh korban sebelum peristiwa tersebut terjadi. “Yang jelas adalah apa yang dilakukan oleh pelaku ini ada niatan untuk membunuh korban,” kata Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara Kompol Onkoseno Gradiarso Sukahar, dilansir Antara, Jumat (17/10/2015).

Sebelumnya, MR mengajak korban ke rumahnya di kawasan Kampung Sawah dengan janji membelikan baju baru. “Jadi korban tuh kan diajak ke rumah pelaku tuh mau dibelikan baju. Jadi korban diimingi pelaku mau dibeliin baju,” ujar Onkoseno pada Selasa (14/10/2025). Namun, niat itu hanya tipu daya. Setibanya di rumah, pelaku membekap korban dan melilit lehernya dengan kabel hingga tewas, lalu melakukan tindakan asusila terhadap jenazahnya.

Tragedi ini membuat warga sekitar marah. Mereka sempat menghakimi pelaku sebelum akhirnya diserahkan ke pihak kepolisian. Namun, kemarahan warga tidak mampu menutupi pertanyaan besar: di mana peran keluarga, sekolah, dan lingkungan ketika seorang remaja berusia 15 tahun mampu merancang tindakan keji seperti ini?

Hasil penyidikan mengungkap bahwa motif awal pelaku didorong oleh persoalan utang. MR disebut berutang kepada ibu korban dan merasa dipermalukan karena sering ditagih. “Jadi, yang berutang ini adalah pelaku. Dia berhutang ke ibu korban untuk kebutuhan sehari-harinya. Berapa angka yang dipinjamnya, masih kita dalami,” ungkap Onkoseno.

Kasus ini menyoroti sisi lain dari kehidupan urban: kemiskinan, beban ekonomi keluarga, dan kurangnya bimbingan moral di kalangan remaja. MR, yang seharusnya masih berada dalam bimbingan orang tua dan lembaga pendidikan, justru menunjukkan perilaku destruktif ekstrem.

Kepolisian menyebut penyidikan masih terus berjalan untuk menelusuri kemungkinan faktor psikologis dan sosial lain yang mendorong MR melakukan kejahatan tersebut. Namun, di balik proses hukum, muncul desakan publik agar pemerintah, sekolah, dan masyarakat tidak hanya menunggu tragedi seperti ini untuk bereaksi.

Remaja dengan tekanan ekonomi dan tanpa pendampingan moral sering kali menjadi korban sistem yang abai. Kasus Cilincing seharusnya menjadi alarm keras bagi semua pihak bahwa kekerasan remaja bukan sekadar soal kriminalitas, melainkan juga soal kegagalan kolektif membina karakter generasi muda. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com