Puting Beliung Porak-porandakan Tapin

TAPIN – Musibah angin puting beliung kembali menunjukkan rapuhnya kesiapsiagaan bencana di Kalimantan Selatan. Kali ini, Desa Mekar Sari, Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, menjadi korban. Jumat sore, (17/10/2025) sekitar pukul 14.30 Wita, angin berputar kencang menghantam permukiman warga dan memorak-porandakan puluhan rumah.

Sedikitnya 10 rumah rusak berat dan 15 rumah lainnya rusak ringan akibat amukan angin yang datang tanpa peringatan. Atap rumah beterbangan, pohon tumbang, dan sebagian menimpa bangunan milik warga.

Kepala Desa Mekar Sari, Abdul Manan, membenarkan kejadian itu. “Kami sedang musyawarah di Kantor Desa, tunggu saja informasi lanjutannya,” ujarnya saat dikonfirmasi. Namun pernyataan tersebut justru menimbulkan tanya: di tengah situasi genting seperti itu, mengapa penanganan awal masih menunggu rapat dan laporan administrasi?

Bencana alam yang berulang setiap tahun di Tapin seolah belum cukup untuk membuat sistem tanggap darurat bekerja cepat dan terukur. Padahal, masyarakat tidak hanya kehilangan harta benda, tetapi juga rasa aman.

Salah seorang warga, Yuli Anggraini, mengaku trauma atas kejadian itu. “Angin datang kencang sekali, atap rumah banyak yang terbang. Koleksi tanaman anggrek dan atap kebun hidroponik di rumah saya juga rusak,” ujarnya. Ia menuturkan satu keluarga yang rumahnya rusak parah kini mengungsi sementara di rumahnya.

“Kami berharap bantuan segera datang supaya rumah-rumah yang rusak bisa diperbaiki dan bisa ditempati lagi,” harap Yuli.

Sayangnya, hingga malam hari, warga masih berupaya mengevakuasi barang-barang secara mandiri. Beberapa warga terpaksa bertahan di rumah yang nyaris tanpa atap, menunggu uluran tangan dari pemerintah daerah.

Petugas desa bersama warga memang langsung melakukan pendataan dan pembersihan puing, namun belum ada tindakan nyata berupa bantuan darurat yang bisa segera dirasakan.

Kepala Dinas Sosial Tapin, H. Syafrudin, mengatakan tim Tagana akan segera menyalurkan bantuan. “Insya Allah besok akan menyalurkan bantuan. BPBD masih rapat dengan pemerintah desa untuk mendata berapa jumlah kepala keluarga yang terdampak,” ujarnya.

Pernyataan “besok” yang berulang kali terdengar di tiap bencana menunjukkan lemahnya sistem reaksi cepat terhadap situasi darurat. Sementara itu, warga korban angin puting beliung harus menunggu di bawah langit terbuka, menggantungkan harapan pada bantuan yang tak segera datang.

Fenomena ini menjadi cermin betapa pentingnya pembenahan sistem mitigasi bencana di daerah, bukan hanya reaksi setelah bencana terjadi. Bukan hanya rumah warga yang roboh, tetapi juga kepercayaan mereka pada kesiapan pemerintah dalam melindungi rakyatnya saat alam mengamuk. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com