KOTAWARINGIN TIMUR – Hampir 10 tahun berlalu sejak peletakan batu pertama Pasar Mangkikit di Kota Sampit, bangunan yang seharusnya menjadi pusat aktivitas ekonomi itu justru mangkrak dan sebagian konstruksinya mulai menua sebelum sempat digunakan. Kondisi ini memunculkan pertanyaan serius mengenai pengawasan proyek dan tanggung jawab pihak pelaksana.
Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) pun berencana menempuh jalur hukum terhadap PT Heral Eranio Jaya, perusahaan pelaksana pembangunan pasar tersebut, setelah berbagai upaya penyelesaian sebelumnya tak membuahkan hasil.
Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian, dan Perdagangan (DiskopUKMPerindag) Kotim, Johny Tangkere, menjelaskan bahwa pihaknya tengah menyiapkan somasi kepada perusahaan tersebut.
“Sekarang ini kita melakukan tahapan somasi. Saya belum tahu apakah ini yang pertama atau kedua karena sudah kami kuasakan ke bagian hukum. Tapi yang pasti, kami siap menggugat dan membawa kasus ini ke pengadilan,” kata Johny, Jumat (17/10/2025).
Menurut Johny, langkah hukum ini diambil agar proses penyelesaian memiliki dasar yang kuat secara regulasi. Pemerintah juga menargetkan agar aset pasar tersebut dapat segera diambil kembali menjadi milik daerah melalui pengadilan.
“Target saya tahun ini asetnya bisa kita ambil kembali, tapi tetap melalui proses pengadilan,” ujarnya.
Ia menambahkan, saat ini pembangunan pasar telah mencapai 70 persen. Jika pengadilan nantinya memutuskan adanya kewajiban ganti rugi, penilaian akan dilakukan oleh pihak independen untuk memastikan obyektivitas.
“Kalau memang harus ada ganti rugi, nilainya akan dinilai oleh pihak apresial, berapa bangunan itu dan berapa pemda harus mengganti. Tapi perintah mengganti harus melewati pengadilan agar berkekuatan hukum,” terangnya.
Sebelumnya, Pemkab Kotim sempat meminta pertimbangan dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), namun lembaga itu tidak memiliki kewenangan untuk menilai aset dalam skema kerja sama bangun-guna-serah (BGS).
“Karena ini kerja sama BGS, KPKNL tidak bisa menilai. Penilaian hanya bisa dilakukan oleh konsultan independen,” jelas Johny.
Johny berharap penyelesaian bisa segera dicapai tanpa menunggu proses somasi berlarut-larut. Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak ingin mengambil langkah sepihak tanpa dasar hukum yang kuat.
“Mudah-mudahan sebelum somasi ketiga sudah ada pembicaraan yang difasilitasi pengadilan supaya cepat selesai,” katanya.
Kasus mangkraknya Pasar Mangkikit ini sekaligus menjadi peringatan bahwa pengawasan proyek publik, transparansi kontraktor, dan kepastian hukum harus berjalan seiring agar aset daerah tidak menjadi beban dan pusat ekonomi tetap dapat dimanfaatkan masyarakat. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan