UKRAINA – Ketegangan geopolitik antara Barat, Rusia, dan China kembali memanas setelah laporan terbaru menyingkap dugaan meningkatnya peran Beijing dalam mendukung operasi militer Moskow di Ukraina.
Foundation for Defense of Democracies (FDD), lembaga kajian yang berbasis di Washington, melaporkan bahwa kerja sama intelijen antariksa antara China dan Rusia mencapai tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tuduhan ini menambah panjang daftar kekhawatiran Barat terhadap aliansi strategis kedua negara tersebut di tengah konflik yang berkepanjangan.
Pada 4 Oktober, seorang pejabat Dinas Intelijen Luar Negeri Ukraina, Oleh Aleksandrov, mengatakan kepada kantor berita Ukrinform bahwa satelit pengintai milik China telah membantu Rusia dalam serangan terhadap Ukraina.
Ada bukti tingkat kerja sama yang tinggi antara Rusia dan China dalam melakukan pengintaian satelit terhadap wilayah Ukraina untuk mengidentifikasi dan memetakan target strategis yang akan dihancurkan,” ujar Aleksandrov sebagaimana dikutip situs FDD, Minggu (19/10/2025).
Ia menambahkan bahwa sebagian target yang diserang Rusia dalam beberapa bulan terakhir “merupakan milik investor asing”, termasuk fasilitas elektronik perusahaan Amerika di Ukraina barat yang dihantam rudal pada Agustus lalu.
Media Ukraina melaporkan bahwa sejumlah satelit penginderaan jarak jauh China melintas di atas wilayah Lviv bersamaan dengan serangan besar-besaran rudal dan drone Rusia. Meskipun demikian, baik Moskow maupun Beijing menolak tuduhan tersebut.
Ini bukan kali pertama China dituding memperkuat kemampuan pengintaian Rusia. Pada 2023, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah perusahaan China yang disebut memasok citra satelit wilayah Ukraina kepada kelompok tentara bayaran Wagner. Bahkan, menurut AFP, sebuah perusahaan yang terkait dengan Wagner dilaporkan membeli dua satelit dari Chang Guang Satellite Technology—perusahaan yang juga pernah dituduh pemerintahan Trump memasok data citra satelit kepada kelompok Houthi di Yaman.
Pada 2024, laporan Bloomberg menyebut Washington telah memperingatkan sekutunya bahwa China meningkatkan dukungan militer bagi Rusia, termasuk dalam penyediaan citra satelit dan penguatan industri pertahanan. Pejabat AS juga menilai Beijing berperan membantu Moskow memperkuat kemampuan luar angkasa.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada September 2024 menegaskan bahwa pihaknya memiliki “informasi terbaru” mengenai penggunaan citra satelit China oleh Rusia untuk memantau lokasi pembangkit nuklir di Ukraina.
Hubungan strategis China dan Rusia tidak terbatas pada bidang militer, melainkan juga meluas hingga sektor eksplorasi luar angkasa. Sejak 2021, kedua negara berencana membangun International Lunar Research Station (ILRS)—stasiun penelitian Bulan bersama yang diklaim sebagai proyek kolaboratif jangka panjang.
Kerja sama tersebut meliputi sistem navigasi satelit BeiDou (China) dan GLONASS (Rusia), serta kesepakatan pembangunan stasiun pemantauan darat di kedua negara pada 2022 untuk meningkatkan kinerja sistem tersebut.
Rusia bahkan disebut turut membantu China mengembangkan sistem peringatan dini rudal. Kepala kontraktor pertahanan Rusia, MAK Vympel, mengonfirmasi bahwa pihaknya berkolaborasi dengan Beijing dalam pemodelan, kesadaran situasional luar angkasa, dan sistem radio-elektronik.
Analis FDD, Keti Korkiya dan John Hardie, menilai langkah China perlu diawasi lebih ketat.
Jika China terbukti membantu serangan rudal dan drone Rusia terhadap kota serta infrastruktur Ukraina, Beijing harus dimintai pertanggungjawaban,” tulis keduanya.
“Pemerintah AS disarankan untuk membuka informasi intelijen tambahan yang dimilikinya terkait isu ini dan kedua analis juga menyerukan agar Washington menjatuhkan sanksi baru terhadap perusahaan China yang terbukti mendukung operasi militer Rusia. []
Fajar Hidayat
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan