Perampokan Empat Menit, Sejarah Louvre Ternoda

PARIS — Empat menit. Itulah waktu yang dibutuhkan sekelompok pencuri untuk mempermalukan sistem keamanan Museum Louvre, salah satu ikon kebanggaan Prancis sekaligus simbol peradaban Eropa. Dalam hitungan singkat, delapan artefak bersejarah raib, meninggalkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin pusat seni dan sejarah dunia bisa dijebol semudah itu?

Menteri Kebudayaan Prancis, Rachida Dati, bahkan tak kuasa menutupi rasa takjub bercampur malu. “Kami datang segera, beberapa menit setelah menerima informasi perampokan ini. Sejujurnya, operasi ini berlangsung hampir empat menit sangat cepat. Harus kami akui bahwa mereka profesional,” ujarnya kepada Al Jazeera, Senin (20/10/2025).

Insiden terjadi Minggu pagi (19/10/2025) waktu setempat. Empat orang bersenjata dan bertopeng itu berhasil menembus pertahanan Louvre, mencuri delapan artefak bernilai sejarah tak ternilai, sebelum meninggalkan mahkota Permaisuri Eugenie, istri Napoleon III, yang terjatuh saat pelarian.

Kementerian Dalam Negeri Prancis mengakui kehilangan ini bukan sekadar perkara nilai materi. “Di luar nilai pasarnya, barang-barang ini memiliki warisan dan nilai sejarah yang tak ternilai,” bunyi pernyataan resmi mereka. Namun pernyataan itu tak cukup menenangkan publik yang kini mempertanyakan: bagaimana museum dengan sistem keamanan tercanggih di dunia bisa kebobolan seperti toko perhiasan kecil di pinggiran kota?

Jaksa Agung Paris, Laure Beccau, menyebut aksi ini sebagai “perampokan besar”. Para pelaku disebut menggunakan gerinda sudut untuk memotong kaca pelindung artefak dan melarikan diri dengan skuter setelah mengancam penjaga. Mereka bahkan memanfaatkan truk bertangga elektrik untuk memanjat jendela museum cara yang terlihat sederhana, namun justru mempermalukan reputasi keamanan Louvre yang selama ini diagungkan.

“Geng kriminal terorganisasi dapat memiliki dua tujuan: memenuhi perintah yang diberikan kepada mereka, atau mendapatkan permata untuk tujuan pencucian uang,” kata Beccau kepada AFP. Dugaan keterlibatan jaringan kejahatan internasional pun menguat, menandakan perampokan ini bukan sekadar aksi spontan, melainkan operasi terencana yang memanfaatkan kelemahan dalam protokol pengamanan negara.

Menteri Dalam Negeri Prancis, Laurent Nunez, bahkan menyebut kejadian ini sebagai “pencurian permata tak ternilai” dan menegaskan bahwa 60 penyidik khusus telah dikerahkan. Tapi bagi publik, tanggapan cepat itu terasa sebagai bentuk panik setelah kebobolan fatal yang terjadi tepat di jantung kebudayaan Prancis.

Alarm museum memang berbunyi saat perampokan berlangsung, namun penyelidikan mengindikasikan adanya kemungkinan kelalaian petugas. Beberapa sumber di internal keamanan menyebut alarm “tidak segera ditindaklanjuti” karena dianggap gangguan teknis.

Kekacauan ini memperlihatkan ironi besar: Prancis bisa menjaga lukisan Mona Lisa selama berabad-abad dari ancaman perang dan teror, tetapi gagal mempertahankan artefak dari empat orang bertopeng dalam empat menit.

Perampokan di Louvre bukan sekadar kehilangan benda berharga, melainkan tamparan bagi reputasi keamanan dan simbol kebudayaan Eropa. Dalam dunia yang semakin canggih, para pencuri rupanya selalu satu langkah lebih maju dan kali ini, mereka menertawakan sejarah dari balik topeng mereka. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com