KOTAWARINGIN TIMUR – Seorang karyawan perusahaan, SA (51), yang seharusnya dipercaya menjaga anak-anak, justru diduga melakukan perbuatan bejat terhadap anak di bawah umur di mess tempatnya bekerja. Kasus ini memunculkan kembali pertanyaan publik: seberapa aman anak-anak di lingkungan kerja tertutup seperti mess perusahaan?
Peristiwa ini terbongkar bukan karena sistem pengawasan perusahaan atau inisiatif pihak berwenang, melainkan karena naluri seorang ibu. Orang tua korban mulai curiga ketika salah satu anaknya menolak keras untuk dititipkan kembali kepada pelaku. Penolakan itu akhirnya membuka tabir kelam tindakan tak senonoh yang diduga dilakukan SA di mess perusahaan di Kecamatan Tualan Hulu, Kotim.
Menurut Kasat Reskrim Polres Kotim, AKP Iyudi Hartanto, korban mengaku pelaku kerap memegang bagian sensitif tubuhnya. “Pelapor sempat hendak menitipkan dua anaknya kepada pelaku, namun salah satu anak menolak karena pelaku kerap memegang bagian sensitif tubuhnya,” jelas AKP Iyudi, Senin (20/10/2025).
Ironisnya, tindakan asusila itu tidak terjadi sekali. Aksi pertama diduga berlangsung pada Kamis (16/10/2025) sekitar pukul 16.00 WIB, kemudian berulang keesokan paginya, Jumat (17/10/2025) sekitar pukul 05.00 WIB. Dua kali kejadian di tempat yang sama, menunjukkan lemahnya pengawasan dan longgarnya akses terhadap anak di area kerja yang seharusnya steril dari risiko seperti ini.
Pelapor yang mengetahui kejadian itu langsung melaporkannya kepada pihak keamanan perusahaan, yang kemudian diteruskan ke Polres Kotim. Aparat bertindak cepat dengan menangkap SA dan menyita sejumlah barang bukti berupa pakaian korban yang diduga digunakan saat kejadian. Barang-barang tersebut kini diamankan penyidik sebagai alat bukti.
SA kini dijerat dengan Pasal 82 ayat (1) UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman yang dihadapi pelaku mencapai 15 tahun penjara serta denda maksimal Rp5 miliar.
AKP Iyudi menegaskan pihaknya akan menindak tegas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Kami berkomitmen menindak tegas setiap kasus kekerasan terhadap anak. Selain penegakan hukum, kami juga memastikan korban mendapat pendampingan psikologis dan perlindungan penuh selama proses berlangsung,” ujarnya.
Namun, kasus ini kembali mengingatkan bahwa upaya hukum tidak cukup jika pengawasan sosial dan kelembagaan lemah. Seharusnya, perusahaan tidak hanya fokus pada produktivitas, tapi juga memastikan area kerja aman bagi anak-anak yang dititipkan pekerja.
Kejadian di Kotim ini menjadi tamparan keras: pelaku bukan orang asing di jalanan, melainkan orang yang diberi amanah dan kepercayaan. Pengawasan keluarga dan tanggung jawab lembaga kerja harus berjalan beriringan, agar tidak ada lagi anak yang menjadi korban dalam lingkungan yang seharusnya memberi rasa aman. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan