PALANGKA RAYA – Setelah berminggu-minggu terpanggang panas, hujan deras akhirnya turun di ibu kota Kalimantan Tengah, Senin (20/10/2025). Namun, bagi warga Palangka Raya, hujan bukan hanya kabar gembira. Ia sekaligus jadi pengingat akan buruknya tata kelola lingkungan dan drainase kota yang selalu membuat warga waswas setiap kali langit mendung.
BMKG Kalimantan Tengah sejak dini hari telah mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem. Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat disertai petir dan angin kencang melanda sejumlah wilayah, termasuk Kecamatan Pahandut, Bukit Batu, Sabangau, Rakumpit, dan sekitarnya. Tak hanya di Palangka Raya, curah hujan tinggi juga terjadi di Kapuas, Pulang Pisau, Gunung Mas, dan Murung Raya.
Menurut prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Kelas I Tjilik Riwut, hujan ini disebabkan oleh pertumbuhan awan Cumulonimbus yang cukup aktif. “Masyarakat di Palangka Raya dan sekitarnya diminta waspada terhadap hujan sedang hingga lebat yang dapat disertai petir, kilat, dan angin kencang. Waspada juga terhadap genangan air, banjir, tanah longsor, serta pohon tumbang. Selain itu, masyarakat diingatkan untuk tidak melakukan pembakaran hutan dan lahan karena cuaca tidak menentu,” ujarnya.
Peringatan ini bukan hal baru. Setiap kali musim berganti, peringatan demi peringatan dilontarkan. Namun, kesiapsiagaan di lapangan sering tak berubah. Drainase tersumbat, jalan tergenang, dan pepohonan besar tumbang ke jalan raya seolah jadi ritual tahunan yang tidak pernah ditangani serius.
Fenomena ini seharusnya tidak lagi dianggap sebagai “kejadian alam biasa”. Kota sebesar Palangka Raya seharusnya sudah memiliki sistem antisipasi yang kuat bukan sekadar mengimbau warga agar waspada. Saat langit menghitam, warga bukan hanya takut petir, tapi juga takut rumahnya kebanjiran dan jalanan berubah jadi sungai dadakan.
BMKG juga mencatat potensi gelombang di wilayah pesisir selatan Kalimantan Tengah dengan ketinggian 0,5–1,0 meter. Meskipun tergolong rendah, perubahan cuaca cepat bisa memicu risiko di wilayah pesisir dan perairan.
Prakiraan cuaca hingga 25 Oktober 2025 menunjukkan potensi hujan sedang hingga lebat yang bisa berlangsung beberapa hari. Warga diminta menyesuaikan aktivitas dan menyiapkan perlindungan diri, tetapi pertanyaan yang lebih mendasar tetap menggantung: sampai kapan warga harus terus “beradaptasi” dengan cuaca ekstrem tanpa ada perubahan nyata dalam tata kota dan mitigasi bencana?
Palangka Raya kini dihadapkan pada kenyataan bahwa perubahan iklim bukan ancaman masa depan ia sudah di depan mata. Namun, kesiapan pemerintah untuk menanggulangi dampaknya masih sebatas imbauan di udara. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan