Emosi Jalanan Berujung Maut

JAWA TENGAH — Seorang pemuda berinisial DA (22) meregang nyawa secara tragis setelah menjadi korban pengeroyokan hanya karena mengeber sepeda motor di jalanan Desa Cingkrong, Kecamatan Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, pada Jumat (17/10/2025) malam. Dua pelaku, A (20) dan D (27), kini telah ditetapkan sebagai tersangka.

Peristiwa memilukan ini menjadi potret suram tentang mudahnya nyawa melayang akibat ego di jalanan. Dari sekadar bunyi mesin yang meraung, nyawa seorang anak muda harus melayang karena amarah dua orang yang tak mampu menahan diri.

Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizky Ari Budianto, menjelaskan kronologi kejadian yang berawal dari pertemuan sepele di jalan. “Kejadian pukul 22.30 WIB pada Jumat (17/10) malam, kemudian besoknya jam 11.00 WIB korban merasa kepalanya sakit, sehingga diantar ke rumah sakit dan di sana baru yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia,” ujarnya di Mapolres Grobogan, Senin (20/10/2025).

Menurut Rizky, korban berpapasan dengan kedua pelaku di jalan, lalu menggeber sepeda motornya. “Korban dengan pelaku menaiki kendaraan berpapasan di sekitaran TKP. Kemudian korban memblayer-blayer kendaraan bermotornya,” kata Rizky.

Hanya karena tindakan itu, para pelaku tersulut emosi, memutar arah, lalu menghampiri korban. Korban pun menjadi sasaran pukulan di tengah malam. Setelah kejadian, DA sempat pulang ke rumah, namun keesokan harinya ia mengeluh sakit kepala. Saat dibawa ke rumah sakit, nyawanya tak tertolong.

Kepolisian bergerak cepat dan menetapkan dua pelaku sebagai tersangka. Namun kasus ini meninggalkan pertanyaan besar: mengapa kekerasan begitu mudah meledak hanya karena persoalan sepele di jalan?

Fenomena seperti ini menggambarkan meningkatnya krisis emosi dan empati di kalangan muda, di mana konflik kecil berubah menjadi tragedi kemanusiaan. Jalan raya kini bukan lagi sekadar ruang mobilitas, tetapi juga arena pelampiasan amarah tanpa kendali.

Tragedi DA bukan hanya soal dua pelaku dan satu korban, tetapi cerminan dari masyarakat yang semakin intoleran terhadap kesalahan kecil, bahkan di luar konteks hukum. Jika perilaku main hakim sendiri terus dibiarkan, bukan tak mungkin nyawa berikutnya akan melayang karena bunyi knalpot, tatapan mata, atau hal sepele lainnya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com