BANJARMASIN — Tragedi mengenaskan mengguncang warga Jalan Kelayan A Gang Antasari II RT 06, Banjarmasin Selatan. Seorang bidan bernama Rahmaniah (58) meregang nyawa setelah ditikam secara brutal oleh Andi Julianto alias Andi Encek (32), warga Gang Setia Budi, Kelayan A. Lebih memilukan lagi, anak korban, Rina Mutia (24), turut mengalami luka serius akibat serangan keji tersebut.
Peristiwa ini menampar nurani masyarakat dan memunculkan pertanyaan besar: mengapa persoalan sepele seperti permintaan pinjaman uang bisa berujung pada pembunuhan sadis?
Menurut keterangan polisi, insiden terjadi pada Senin malam, (20/10/2025), ketika pelaku datang ke rumah korban dengan dalih meminjam uang sebesar Rp500 ribu untuk keperluan rumah tangga. Namun, penolakan dari korban justru memicu amarah pelaku.
“Karena korban tak mau meminjamkan uang, saya sempat adu mulut. Lalu saya mengambil senjata tajam di pinggang yang sudah saya siapkan dan menusuknya,” ujar Andi Encek di hadapan penyidik.
Pengakuan itu memperlihatkan adanya perencanaan tersembunyi, mengingat pelaku sudah membawa senjata tajam sebelum datang ke rumah korban. Rahmaniah mengalami empat luka tusukan parah, terutama di bagian dada, sementara anaknya menderita luka di perut. Keduanya sempat dibawa ke IGD RSUD Sultan Suriansyah Banjarmasin, namun sang ibu tidak dapat diselamatkan.
Usai kejadian, pelaku sempat melarikan diri ke kawasan Sungai Andai, tempat ia pernah bekerja. Namun, setelah mengetahui dirinya menjadi target pengejaran tim gabungan dari Buser Polsek Banjarmasin Selatan, Resmob Polda Kalsel, dan Satreskrim Polresta Banjarmasin, Encek akhirnya menyerahkan diri pada Selasa dini hari (21/10/2025) pukul 00.05 Wita ke Mapolsek Banjarmasin Selatan.
Kapolsek Banjarmasin Selatan, Kompol Christugus Lirens, didampingi Kanit Reskrim Iptu Sudirno, membenarkan bahwa pelaku kini tengah menjalani pemeriksaan intensif. “Dengan kesadaran sendiri, pelaku datang dan menyerahkan diri ke Mapolsek,” ujarnya.
Kasus yang semula diduga perampokan itu akhirnya terbantahkan setelah pengakuan pelaku mengungkap motif sesungguhnya: sakit hati akibat penolakan korban. Sebuah alasan yang dangkal untuk tindakan yang menghilangkan nyawa seseorang.
Tragedi ini kembali membuka luka sosial tentang tekanan ekonomi dan mentalitas kekerasan di masyarakat urban. Nilai kemanusiaan seolah menurun hingga titik di mana nyawa manusia dipertaruhkan hanya karena Rp500 ribu.
Hukum kini berbicara, namun apakah nurani masyarakat juga akan ikut terbangun? Atau kasus Rahmaniah akan kembali menjadi catatan kelam tanpa pelajaran berarti bagi publik? []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan