Bolivia Bergolak Usai Pemilu Paz!

LA PAZ – Euforia kemenangan Presiden baru Bolivia, Rodrigo Paz, tidak diiringi rasa tenang di jalanan. Ratusan warga justru turun ke jalan, menuduh adanya kecurangan dalam pemilu yang mengantarkannya ke kursi kepresidenan. Bagi banyak warga, kemenangan Paz bukan simbol demokrasi, melainkan tanda kemunduran sistem politik Bolivia.

Seperti dilaporkan AFP, Selasa (21/10/2025), Paz ekonom berusia 58 tahun memenangkan putaran kedua pemilu pada Minggu (19/10/2025) waktu setempat dengan perolehan 54,4 persen suara. Ia mengalahkan mantan Presiden Jorge Quiroga, yang dikenal sebagai tokoh berpengalaman dalam politik Bolivia. Namun, kemenangan itu langsung disambut gelombang penolakan dari publik yang menilai ada ketidakberesan dalam proses penghitungan suara.

Senin (20/10/2025) waktu setempat, massa demonstran meneriakkan kata “kecurangan” sambil mencoba melakukan longmarch menuju alun-alun utama La Paz lokasi kantor kepresidenan dan gedung parlemen. Meski aksi berhasil dibubarkan tanpa bentrokan, kemarahan publik menunjukkan krisis kepercayaan yang semakin dalam terhadap lembaga pemilu.

Salah satu demonstran, Pablo Perez (23), seorang mahasiswa, menyuarakan ketidakpuasan itu. “Yang keterlaluan adalah adanya kecurangan dan suara rakyat tidak dihormati,” ujarnya kepada AFP.

Kemenangan Paz menandai berakhirnya dua dekade kekuasaan sayap kiri, tetapi bagi sebagian warga, pergantian rezim ini bukanlah pembaruan politik, melainkan transisi yang mencurigakan. Mereka menilai kemenangan Paz didukung oleh elite ekonomi yang menginginkan arah baru kebijakan pro-pasar, di tengah krisis ekonomi terburuk Bolivia dalam empat dekade terakhir.

Meski Quiroga mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada Paz, ia tetap menuntut audit hasil pemilu. “Hasil pemilu akan diverifikasi dalam beberapa hari mendatang,” ujarnya, merespons tuduhan kejanggalan yang beredar di media sosial.

Namun, Tribunal Pemilu Tertinggi bersikap defensif. Presiden lembaga itu, Oscar Hassenteufel, bahkan menyebut, “kata kecurangan harus dilarang di Bolivia.” Pernyataan ini memicu gelombang kritik baru karena dianggap arogan dan menutup ruang demokrasi.

Kemarahan publik terhadap hasil pemilu ini menunjukkan satu hal: demokrasi Bolivia sedang berada di ujung tanduk. Ketika rakyat turun ke jalan menuntut kejujuran dan pejabat pemilu malah melarang kata “kecurangan,” maka yang dipertanyakan bukan hanya hasil pemilu tetapi juga masa depan demokrasi itu sendiri. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com