BANJARMASIN – Program ambisius Makan Bergizi Gratis (MBG) Pemerintah Kota Banjarmasin kembali menjadi sorotan setelah puluhan siswa SMPN 33 Banjarmasin mengalami gejala sakit perut, mual, muntah, dan diare usai mengonsumsi menu MBG pada Senin (20/10/2025) siang. Keesokan harinya, Selasa (21/10/2025), suasana di Puskesmas Basirih Baru Jalan Purnasakti, Kecamatan Banjarmasin Barat, berubah riuh oleh kedatangan puluhan pelajar berseragam putih biru yang tampak lemas menunggu perawatan.
Salah satu siswa kelas IX, Alfian, mengaku mulai merasakan gejala sakit sejak malam hari. “Awalnya saya cuma pusing dan ingin buang air terus. Karena sering mencret, badan jadi lemas,” tuturnya. Hal serupa juga dialami Fatimah, yang menduga penyakit itu akibat menu MBG di sekolah. “Kemarin lauknya ayam asam manis sama oseng jagung wortel. Malamnya mulai mual dan pusing,” ujarnya.
Pihak sekolah yang panik segera membawa para siswa ke puskesmas. Namun, ironisnya, meski puluhan siswa jatuh sakit, aktivitas belajar di sekolah tetap dilanjutkan seperti biasa. Para orang tua yang datang ke sekolah untuk memastikan kondisi anaknya pun menyayangkan sikap pihak sekolah yang dinilai kurang tanggap terhadap situasi darurat tersebut.
Kepala Puskesmas Basirih Baru, Sismiyati, mengungkapkan pihaknya belum bisa memastikan penyebab penyakit yang dialami para siswa. “Kami belum bisa menyatakan keracunan atau bukan. Tapi rata-rata keluhannya sakit perut, mual, muntah, dan diare,” ujarnya. Ia menambahkan, beberapa siswa telah diperbolehkan pulang setelah kondisinya stabil.
Dari 550 porsi MBG yang dibagikan di SMPN 33, sebanyak 40 siswa mengalami sakit. Kepala Dinas Kesehatan Banjarmasin, M Ramadhan, menyatakan telah mengirim sampel makanan dan minuman ke laboratorium. “Hasilnya akan keluar sekitar satu minggu,” ujarnya. Polresta Banjarmasin juga turut memeriksa sampel muntahan, makanan, dan cairan siswa untuk diuji di laboratorium forensik. “Gejalanya pusing, mual, dan sebagian muntah. Sampel sudah kami kirim ke labfor,” kata Kapolresta Kombes Cuncun Kurniadi.
Kejadian ini jelas menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap distribusi dan pengolahan makanan dalam program MBG. Alih-alih menyehatkan siswa, justru menimbulkan kekhawatiran orang tua. Apalagi, menu yang didistribusikan berasal dari pihak penyedia katering yang seharusnya diawasi secara ketat.
Wali Kota M Yamin, yang mendatangi puskesmas pada hari yang sama, hanya menenangkan siswa dan meminta laporan dari tenaga medis. “Alhamdulillah, semuanya sudah diberi obat dan vitamin. Kami masih menunggu hasil pemeriksaan kesehatan, karena belum tentu ini keracunan dari MBG,” katanya. Meski demikian, ia menegaskan pembagian MBG di SMPN 33 dihentikan sementara. “Hari ini memang belum dibagikan karena ada yang sakit perut,” ujarnya.
Sayangnya, langkah tersebut dinilai reaktif dan terlambat. Sebuah program publik sebesar MBG seharusnya memiliki standar ketat dalam hal kebersihan, penyimpanan, dan distribusi makanan, termasuk uji sampel rutin sebelum dikonsumsi siswa. Bukannya menunggu puluhan anak sakit baru turun tangan.
Kritik juga datang dari masyarakat yang menilai pemerintah terlalu fokus pada pencitraan program ketimbang pengawasan kualitas. “Pihak sekolah dan guru harus jadi pengawas pertama yang menjamin keamanan makanan,” kata Yamin. Namun pernyataan itu justru menegaskan adanya celah koordinasi antara Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan penyedia katering yang seharusnya bekerja sinergis.
Program makan bergizi semestinya membawa manfaat, bukan menciptakan risiko baru bagi anak-anak sekolah. Jika pemerintah kota tidak segera memperbaiki sistem pengawasan dan tanggung jawab antarinstansi, maka MBG berpotensi menjadi “Makan Berisiko Gratis” bagi siswa-siswi Banjarmasin. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan