HULU SUNGAI TENGAH – Proyek ketahanan pangan di Hulu Sungai Tengah kembali menorehkan noda. Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Tengah (HST) resmi menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bibit pisang Cavendish di sembilan desa Kecamatan Hantakan, tahun anggaran 2022.
Langkah tegas ini diumumkan dalam konferensi pers Kejari HST, Rabu (22/10). Dua nama yang kini berstatus tersangka adalah TR dan ES, setelah penyidik menemukan bukti kuat sebagaimana hasil ekspose perkara pada Senin (20/10). Surat penetapan keduanya tertuang dalam Nomor: 01/O.3.15/Fd.1/10/2025 dan 02/O.3.15/Fd.1/10/2025 tertanggal 20 Oktober 2025.
Kajari HST Dr. Yusup Darmaputra menegaskan, tersangka TR langsung dijebloskan ke Rutan Kelas IIB Barabai selama 20 hari berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRINT-01/O.3.15/Fd.1/10/2025.
Sementara rekannya, ES, belum memenuhi panggilan penyidik. “Apabila tersangka ES tidak hadir secara sah dan patut, maka penyidik akan melakukan upaya paksa. Termasuk memasukkan yang bersangkutan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),” tegas Yusup.
Janji Manis Bibit Pisang Berujung Petaka
Kasus bermula dari program ketahanan pangan desa tahun 2022 yang bersumber dari Dana Desa (DD) — di mana 20 persen dari total DD dialokasikan untuk kegiatan pangan.
Pada awal 2022, TR dan ES bertemu di kebun pisang Cavendish di Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Dalam pertemuan itu, ES menawarkan proyek budi daya pisang Cavendish yang diklaim bisa memberikan keuntungan hingga 500 persen dalam lima kali panen.
Tertarik dengan iming-iming besar, TR kemudian memasarkan gagasan itu ke Camat Hantakan. Beberapa kali pertemuan dan sosialisasi digelar, hingga akhirnya CV Bayu Kencana Agriculture — perusahaan milik ES — dikontrak oleh sembilan desa dengan nilai Rp49 juta per desa, total Rp441 juta.
Namun, janji tinggal janji. Dalam pelaksanaannya, pengadaan banyak menyimpang dari Rencana Anggaran Biaya (RAB). Bibit rusak, pupuk dan arang sekam tak sesuai, kegiatan injeksi jantung pisang tak terlaksana, dan sebagian besar tanaman gagal tumbuh akibat hama serta cuaca ekstrem.
Hasil audit BPKP Kalimantan Selatan memastikan, negara mengalami kerugian Rp441 juta.
Puluhan Saksi dan Bukti Disita
Penyidik telah menyita 83 dokumen dan uang Rp407 juta yang kini dititipkan ke Rekening Penerimaan Lainnya (RPL 110 KN HST).
Sebanyak 26 saksi diperiksa, termasuk 13 kepala desa, tiga pejabat kecamatan, dua anggota BKAD, direktur CV Bayu Kencana Agriculture, enam pekerja, dan seorang pemilik lahan.
Selain itu, tiga ahli turut dimintai pendapat — ahli hukum pidana, ahli pengelolaan dana desa, serta ahli dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) IPB.
Kajari HST menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi. “Kami akan terus berupaya memberantas segala bentuk tindak pidana korupsi, khususnya yang merugikan keuangan negara dan masyarakat,” tutup Yusup Darmaputra. []
Fajar Hidayat
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan