Timothy Jatuh di Kampus, Fakta Masih Jatuh-Bangun

BALI – Kasus kematian mahasiswa Universitas Udayana (Unud) Timothy Anugerah Saputra (21) kembali menimbulkan tanda tanya besar di publik. Kepolisian menyebut bahwa dugaan kuat sementara mengarah pada bunuh diri, namun sejumlah kejanggalan dalam penyelidikan membuat publik menilai kesimpulan itu terlalu dini dan terburu-buru.

Kabid Humas Polda Bali, Kombes Pol Ariasandy, mengatakan kesimpulan tersebut didasarkan pada hasil penyelidikan awal, termasuk keterangan 21 saksi serta rekaman CCTV di Gedung FISIP Unud, tempat Timothy ditemukan tewas. “Dari hasil lidik awal kita, pemeriksaan itu diduga kuat dia bunuh diri. Tapi kan masih proses lidik, belum final,” ujarnya, Kamis (23/10/2025).

Namun, pernyataan ini justru menimbulkan paradoks. Bagaimana mungkin kesimpulan dugaan bunuh diri diungkap ke publik sementara penyelidikan masih berjalan dan bukti ilmiah belum lengkap? Dalam kasus sensitif seperti ini, publik wajar mempertanyakan kehati-hatian aparat.

Salah satu saksi disebut melihat Timothy melepas sepatu di lantai empat gedung FISIP, sementara saksi lain mengaku melihat korban “melayang” dari ketinggian. Narasi ini menimbulkan kesan misterius, tetapi tidak ada satu pun rekaman CCTV yang benar-benar menunjukkan momen saat Timothy jatuh.

Ironisnya, pihak kepolisian sendiri mengakui CCTV di lantai empat tidak merekam langsung kejadian tersebut. “Posisi di lantai empat itu ada tiga CCTV dan dia statis, tidak bisa digerak-gerakkan. Tapi tidak meng-cover lokasi di mana si korban ini diduga bunuh diri,” kata Ariasandy. Pernyataan itu justru memperkuat dugaan publik bahwa ada ruang gelap dalam peristiwa ini baik secara harfiah maupun investigatif.

Sementara itu, keluarga awalnya menolak menyerahkan ponsel dan laptop milik Timothy. Penolakan itu bisa dimaklumi mengingat situasi emosional mereka yang masih berduka dan belum mendapatkan penjelasan utuh. “Tapi karena kita pendekatan ke keluarga, akhirnya diserahkan handphone sama laptopnya untuk kita dalami,” kata Ariasandy.

Kini kedua barang tersebut tengah diperiksa tim siber kepolisian. Namun publik masih menunggu transparansi: apa hasil digital forensik itu nantinya akan dipublikasikan secara terbuka atau justru berakhir menjadi sekadar “prosedur wajib” tanpa kesimpulan yang jelas?

Kasus ini seharusnya menjadi momentum bagi pihak kampus dan kepolisian untuk mengedepankan transparansi dan kepekaan sosial, bukan sekadar memudahkan kasus ditutup dengan label “bunuh diri”. Apalagi, kematian mahasiswa di lingkungan kampus bukan hal sepele. Ia menyentuh isu psikologis, sosial, dan bahkan budaya diam di lingkungan pendidikan tinggi.

Publik berhak tahu, apakah Timothy benar-benar melompat sendiri, atau ada faktor tekanan, intimidasi, bahkan kelalaian institusi yang turut berperan. Sebab, dalam banyak kasus kematian mahasiswa di kampus sebelumnya, kesimpulan “bunuh diri” sering kali muncul lebih cepat daripada kejelasan fakta sebenarnya.

Sampai penyelidikan benar-benar tuntas dan hasil ilmiah diumumkan secara terbuka, menyebut kematian Timothy sebagai “bunuh diri” hanyalah asumsi yang bisa berpotensi menutup jalan keadilan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com