NAYPYIDAW – Lebih dari seribu orang, sebagian besar warga negara China, dilaporkan melarikan diri dari Myanmar menuju Thailand setelah militer Myanmar menggempur salah satu kompleks penipuan daring terbesar di negara itu. Aksi ini menyoroti keterlambatan dan inkonsistensi pemerintah militer Myanmar dalam menindak bisnis kriminal yang selama bertahun-tahun tumbuh subur di bawah pengawasan mereka sendiri.
Selama ini, wilayah perbatasan Myanmar dikenal sebagai “zona abu-abu” di mana pusat-pusat scam online menjamur tanpa kontrol efektif. Kompleks tersebut sering kali beroperasi di bawah perlindungan kelompok bersenjata lokal dan oknum aparat, menjadikannya surga bagi jaringan kriminal lintas negara. Para penipu di sana menipu korban di seluruh dunia melalui modus investasi palsu, permainan daring, hingga manipulasi percintaan digital.
Meskipun beberapa pelaku mengaku dijual ke kompleks tersebut dan menjadi korban perdagangan manusia, sejumlah pakar menilai sebagian lainnya justru bergabung secara sukarela karena tergiur keuntungan tinggi dari industri gelap ini. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa penindakan semata tidak cukup tanpa reformasi sosial dan ekonomi yang lebih dalam.
Menurut laporan kantor berita AFP, Jumat (24/10/2025), pemerintah provinsi Tak, Thailand, mencatat 1.049 orang telah menyeberang dari Myanmar ke distrik Mae Sot sejak Rabu hingga Jumat pagi. Angka ini melonjak tajam dibanding 677 orang yang telah kabur dari kompleks penipuan KK Park sehari sebelumnya. Lonjakan ini menunjukkan kepanikan massal pasca-serbuan militer Myanmar terhadap jaringan penipuan yang selama ini dibiarkan beroperasi.
Pejabat Provinsi Tak menyebut para pendatang itu berasal dari berbagai negara seperti India, Pakistan, Vietnam, Myanmar, Thailand, Indonesia, dan lebih dari selusin negara lain. Namun, Biro Imigrasi Thailand menegaskan sebagian besar di antaranya merupakan warga China fakta yang mengindikasikan keterlibatan signifikan warga asing dalam operasi kriminal lintas batas tersebut.
Sebelumnya, junta Myanmar mengklaim telah menggerebek KK Park, sebuah kompleks besar di wilayah perbatasan yang berseberangan langsung dengan Thailand. Dalam penggerebekan itu, pihak militer menyita perangkat internet satelit Starlink yang diduga digunakan untuk menjalankan operasi scam lintas negara.
Laporan investigatif AFP pekan lalu mengungkap bahwa penggunaan perangkat Starlink di kompleks tersebut meningkat pesat dalam beberapa bulan terakhir, memberikan jaringan internet cepat yang memungkinkan para penipu tetap beroperasi tanpa hambatan. Menanggapi hal ini, SpaceX milik Elon Musk menyatakan pada Rabu lalu bahwa mereka telah menonaktifkan lebih dari 2.500 perangkat Starlink yang digunakan di pusat-pusat penipuan di Myanmar.
Namun, langkah tersebut dianggap sebagian pihak sebagai reaksi terlambat terhadap masalah yang telah berlangsung lama. Banyak pengamat menilai penutupan perangkat internet bukan solusi utama, karena akar persoalan terletak pada lemahnya penegakan hukum, kolusi pejabat lokal, dan kemiskinan yang membuat ribuan orang terjerat dalam industri penipuan daring.
Sawanit Suriyakul Na Ayutthaya, Wakil Gubernur Provinsi Tak, mengatakan bahwa pihak berwenang Thailand masih menyelidiki asal-usul para pendatang yang masuk dari Myanmar. “Kami yakin sebagian besar berasal dari KK Park, tetapi penyelidikan masih berlangsung,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa mereka akan diperiksa untuk menentukan apakah termasuk korban perdagangan manusia atau pelaku pelanggaran perbatasan ilegal. “Jika bukan korban, mereka dapat dituntut atas penyeberangan perbatasan ilegal,” katanya.
Pengamat menilai, krisis ini bukan sekadar isu kejahatan daring, tetapi cermin kegagalan regional dalam menegakkan keamanan perbatasan dan melindungi hak asasi manusia. Selama negara-negara di kawasan menutup mata terhadap jaringan kriminal yang menembus batas negara, pusat-pusat scam serupa akan terus bermunculan, menjerat ribuan orang dalam lingkaran gelap penipuan dan eksploitasi.[]
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan