KUTAI TIMUR – Pengembangan tanaman pangan di Kutai Timur tidak hanya berfokus pada padi, tetapi juga pada komoditas lain seperti jagung dan sorgum. Namun, jalan pengembangan kedua komoditas ini menghadapi tantangan yang sangat berbeda, menyoroti kompleksitas diversifikasi pangan di daerah ini.
Pada komoditas jagung, luas tanam jagung pipil yang digunakan untuk pakan ternak mencapai sekitar 350 hektar per tahun. Meski demikian, Kepala Bidang Tanaman Pangan DTPHP Kutim, Dessy Wahyu Fitrisia, mengungkapkan kendala mendasar. “Jagung ini kesulitan kita itu untuk pengembangannya, dia tuh tidak ada lahan yang tetap,” ujarnya. Petani cenderung menanam jagung hanya ketika dirasa ekonomis, lalu berganti dengan tanaman lain seperti semangka, sehingga tidak ada kepastian luas lahan dari tahun ke tahun.
Nasib pengembangan sorgum justru lebih kompleks. Dessy mengungkapkan bahwa sorgum pernah diujicoba di Bengalon. “Itu tuh pasarnya yang nggak ada,” katanya mengenai kegagalan di Bengalon. Petani juga tidak melanjutkan karena tidak tahu cara pengolahannya dan sempat terkendala konflik ekspor. Padahal, minat investor pernah ada, termasuk dari Indominco yang merencanakan pengembangan hingga 1.000 hektar, namun semua itu akhirnya tidak terealisasi.
Kisah serupa juga terjadi pada kedelai lokal, yang hanya ditanam dalam skala kecil untuk pasar tradisional karena kualitasnya tidak memadai untuk industri tempe. Tantangan ini menunjukkan bahwa diversifikasi pangan tidak hanya tentang kemampuan menanam, tetapi sangat bergantung pada kesiapan rantai pasok, pemrosesan, dan yang terpenting: kepastian pasar untuk menyerap hasil panen.[]
Admin05
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan