SYDNEY — Dunia politik Australia kembali tercoreng. Seorang mantan anggota parlemen, Gareth Ward, dijatuhi hukuman lima tahun sembilan bulan penjara karena terbukti melakukan pemerkosaan dan penyerangan seksual terhadap dua pria muda. Kasus ini bukan hanya soal kejahatan pribadi, tetapi juga mencerminkan wajah gelap politik Australia di mana kekuasaan kerap melahirkan arogansi dan impunitas.
Ward, politisi sayap kanan asal negara bagian New South Wales, seperti dilaporkan AFP, Jumat (31/10/2025), dinyatakan bersalah pada Juli lalu atas tuduhan menyerang dua pria berusia 18 dan 24 tahun. Kejahatan itu terjadi antara 2013 hingga 2015, ketika Ward masih aktif berkarier politik dan memiliki pengaruh besar di lingkar kekuasaan lokal.
Namun ironisnya, meski telah divonis bersalah, Ward menolak mundur dari jabatannya. Ia baru mengundurkan diri dua pekan setelah putusan pengadilan, tepat ketika parlemen New South Wales hendak melakukan pemungutan suara untuk mengeluarkannya secara resmi. Sikap keras kepala itu memantik kemarahan publik, yang menilai elite politik Australia masih berupaya melindungi “orang mereka sendiri” meski sudah terbukti bersalah.
Sidang putusan berlangsung di Pengadilan Distrik Parramatta, Sydney, pada Jumat (31/10) waktu setempat. Hakim Kara Shead menjatuhkan hukuman 5 tahun 9 bulan penjara kepada Ward atas satu dakwaan pemerkosaan dan tiga dakwaan penyerangan tidak senonoh. Dalam amar putusannya, Shead menyebut Ward bertindak “secara sengaja dan predator” terhadap korban pertama, serta memanfaatkan korban kedua yang tengah mabuk dan dalam kondisi rentan.
“Ward memanfaatkan posisinya untuk memanipulasi situasi dan mengambil keuntungan seksual dari para korban,” tulis hakim dalam dokumen pengadilan yang dikutip The Australian. Ia juga menegaskan, Ward tidak berhak atas pembebasan bersyarat selama tiga tahun sembilan bulan pertama masa hukumannya.
Meski demikian, pengacara Ward telah menyatakan akan mengajukan banding, membuka kembali luka lama di tengah masyarakat Australia yang masih berjuang melawan budaya bungkam terhadap pelecehan seksual.
Kasus Ward kembali menegaskan bahwa skandal pelecehan seksual di dunia politik Australia bukan hal baru. Selama satu dekade terakhir, serangkaian kasus serupa mengguncang gedung parlemen di Canberra dan pemerintah negara bagian. Banyak yang menilai sistem hukum dan etika politik Australia masih gagal memberikan rasa aman bagi korban, terutama ketika pelaku berasal dari kalangan berkuasa.
Kritik publik pun menguat. Aktivis dan kelompok hak asasi manusia menilai hukuman terhadap Ward tidak cukup mencerminkan beratnya kejahatan yang dilakukan. “Lima tahun penjara tidak sebanding dengan trauma seumur hidup yang dialami korban,” ujar seorang aktivis perempuan di Sydney.
Kasus ini juga membuka kembali perdebatan tentang moralitas politik dan tanggung jawab publik. Bagaimana mungkin seorang pejabat publik yang semestinya menjadi teladan justru menodai institusi yang diwakilinya? Dan mengapa sistem politik tampak lebih sibuk menyelamatkan reputasi partai daripada memulihkan kepercayaan rakyat?
Gareth Ward kini resmi menjadi narapidana, tapi luka yang ditinggalkan kejahatannya jauh lebih dalam dari sekadar catatan kriminal. Ia menjadi simbol kegagalan moral di tengah sistem yang masih membiarkan kekuasaan menutupi kejahatan. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan