Longsor 100 Meter di Tulungagung, Jalur Utama Lumpuh

JAWA TIMUR — Bencana tanah longsor kembali menampar kesadaran publik soal rapuhnya pengelolaan daerah rawan bencana di Jawa Timur. Kali ini, lereng perbukitan di Desa Kradinan, Kecamatan Pagerwojo, Kabupaten Tulungagung, longsor dan menutup total jalur utama Tulungagung–Trenggalek pada Jumat (31/10/2025) sore. Ironisnya, titik tersebut sebelumnya sudah menunjukkan tanda-tanda bahaya dengan longsor kecil sehari sebelumnya namun tanpa tindak lanjut mitigasi nyata.

Kapolsek Pagerwojo, AKP Guruh Yudi Setiawan, mengonfirmasi longsor terjadi sekitar pukul 16.30 WIB, di kawasan sekitar SDN 2 Kradinan. Ia menyebut peristiwa kali ini merupakan longsor susulan akibat curah hujan tinggi yang mengguyur wilayah tersebut selama sepekan terakhir. “Lokasinya itu di SDN 2 Kradinan yang sempat longsor sebelumnya. Kebetulan ini longsor susulan, karena kemarin sore itu juga longsor,” ujarnya, Sabtu (1/11/2025).

Pernyataan itu sekaligus membuka pertanyaan: mengapa setelah longsor pertama, tidak ada langkah cepat untuk menstabilkan lereng atau menutup sementara jalur yang rawan ambles? Kondisi geografis Pagerwojo yang berbukit semestinya sudah menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan dinas terkait untuk melakukan pemetaan risiko serta pemasangan sistem peringatan dini. Namun seperti biasa, tindakan baru datang setelah bencana terjadi.

Menurut Guruh, longsor kali ini menutup seluruh badan jalan dengan ketebalan material antara 50 hingga 80 sentimeter. “Kemarin sore itu longsor kecil menutup sebagian badan jalan dan sudah dibersihkan siang tadi. Namun sore ini longsor lagi dan lebih besar, sehingga menutup total badan jalan,” jelasnya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pembersihan material sebelumnya tidak diikuti langkah pencegahan lanjutan seperti penahan tebing atau drainase darurat.

Tim gabungan bersama warga setempat dikerahkan untuk membuka akses jalan. Hingga malam hari, kendaraan roda dua baru bisa melintas perlahan, sementara kendaraan roda empat masih tertahan. “Kalau cuaca membaik, pembersihan akan dilanjutkan malam ini. Harapannya, akses mobil bisa segera dibuka karena jalur ini merupakan rute utama distribusi susu dari kawasan peternakan di Pagerwojo,” tambahnya.

Padahal, jalur Pagerwojo bukan hanya urat nadi ekonomi lokal, tetapi juga jalur vital penghubung antarwilayah. Ketika akses ini lumpuh, aktivitas distribusi barang dan logistik ikut terganggu. Namun, lagi-lagi pemerintah tampak hanya bergerak reaktif. Tidak ada pembicaraan serius soal penataan ulang kawasan rawan longsor, padahal kejadian serupa terus berulang setiap musim hujan.

Sebagai langkah sementara, pengendara disarankan melewati jalur alternatif yang lebih sempit. Polisi mengimbau warga agar tidak memaksakan diri melintas jika hujan turun. Namun peringatan semacam ini tak cukup bila tidak diikuti kebijakan nyata mulai dari reboisasi, penguatan struktur tanah, hingga larangan pembangunan di area berisiko tinggi.

Tragedi di Pagerwojo ini menegaskan bahwa bencana bukan semata “takdir alam”, melainkan juga hasil dari kelalaian manusia yang tak belajar dari peristiwa sebelumnya. Pemerintah daerah perlu menjadikan kejadian ini sebagai peringatan keras untuk beralih dari pola tanggap-darurat menuju manajemen risiko bencana yang sesungguhnya. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com