Geger! Usai Threesome dan Pesta Tuak, Pria Bunuh Kawan Gara-Gara Hotspot

RIAU – Kekerasan yang lahir dari candu minuman keras dan kelalaian moral kembali menelan korban jiwa. Seorang pria bernama Novrianto (39) ditemukan tewas terkubur tanpa busana di halaman rumah rekannya sendiri di Kampung Perawang Barat, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak, Riau. Ia dibunuh oleh temannya, Ikhsan (44), hanya karena persoalan sepele akses hotspot Wi-Fi.

Peristiwa ini seakan menjadi potret kelam betapa rusaknya kendali moral ketika manusia tunduk pada hawa nafsu dan mabuk kekuasaan kecil: kuota internet, minuman keras, dan syahwat.

Kasus ini terungkap pada Selasa 28 Oktober 2025, ketika warga mendapati jasad korban terkubur di kebun belakang rumah tersangka. Tubuh korban dibungkus terpal biru, dalam kondisi tanpa busana. Kepolisian pun segera melakukan penyelidikan dan mengamankan tersangka.

Kapolres Siak AKBP Eka Ariandy Putra mengungkap bahwa motif pembunuhan bermula dari hal yang nyaris tak masuk akal. “Motif pelaku sangat sepele, hanya karena tidak diberikan jaringan hotspot. Namun karena dalam pengaruh minuman tuak, pelaku emosi dan langsung menganiaya korban hingga meninggal dunia,” ujarnya, Jumat (31/10/2025).

Namun di balik alasan “sepele” itu, kisah ini menyimpan sisi kelam lain kisah tentang pesta tuak, pemaksaan seksual, dan pembunuhan yang sadis.

Kronologi dimulai Minggu 25 Oktober 2025 malam, ketika Ikhsan dan korban kembali menggelar pesta tuak di rumah pelaku. Keduanya memang kerap minum bersama. “Pada tanggal 25 Oktober 2025 sekira pukul 22.00 WIB, tersangka dan korban meminum tuak bersama kembali di rumah tersangka,” ungkap AKBP Eka.

Keduanya sudah lebih dulu berpesta miras pada 11 Oktober 2025, tanda bahwa pergaulan mereka sudah jauh dari batas kewajaran sosial di kampung tersebut. Dalam kondisi mabuk, kesadaran moral seolah lenyap.

Hingga Senin 26 Oktober 2025 dini hari pukul 03.00 WIB, situasi berubah mencekam. Ikhsan menyeret istrinya yang sedang tidur di kamar, lalu memaksanya ke ruang tamu. Dalam kondisi mabuk, ia memaksa istrinya melakukan hubungan threesome dengan korban.

“Istri tersangka meronta-ronta, namun disuruh diam oleh tersangka sehingga merasa ketakutan. Dalam kondisi mabuk tuak, tersangka membiarkan korban menyetubuhi istrinya,” ujar AKBP Eka.

Kejadian itu menjadi noda moral yang luar biasa. Setelah istri dipaksa melayani korban, giliran pelaku sendiri yang berhubungan badan dengannya. Tidak berhenti di sana, keduanya kembali menenggak tuak seolah rasa malu telah benar-benar hilang.

Sekitar pukul 04.30 WIB, istri tersangka menangis saat mandi, bersiap berangkat ke pasar. Tersangka mengantarnya dalam kondisi dingin dan tanpa rasa bersalah.

Setelah sang istri pergi, tersangka dan korban masih di rumah. Sekitar pukul 04.55 WIB, Ikhsan meminta korban menyalakan hotspot. Namun korban menolak karena kuota habis dan baterai ponselnya lemah.

“Karena HP istri tersangka yang dijadikan hotspot dibawa ke pasar oleh istrinya, si tersangka meminta hotspot kepada korban. Tetapi, saat itu korban mematikan hotspot HP-nya karena lowbatt dan kuotanya sudah habis,” kata Kapolres.

Namun yang membuat amarah tersangka memuncak adalah ketika ia melihat korban masih menonton video porno. “Tersangka merasa sakit hati karena korban dianggap itung-itungan masalah hotspot. Sedangkan menurut tersangka, istri tersangka dipersilakan untuk disetubuhi oleh korban, tersangka tidak ada itung-itungan,” jelasnya.

Amarah buta yang berakar pada logika sesat pun meledak. Ikhsan mengambil parang di dalam ember. “Kemudian secara diam diam berjalan ke arah korban dan mengayunkan ke arah ubun-ubun kepala korban yang sedang bermain handphone,” kata Kapolres.

Korban sempat terkejut dan berteriak, “kenapa kau?”, namun tersangka justru terus membacoknya. Korban mencoba kabur ke arah pagar, namun terjebak karena terkunci. Ia akhirnya roboh setelah menerima beberapa tebasan di sekujur tubuh.

Sekitar pukul 05.34 WIB, pelaku mencuci parang dan membersihkan sisa darah. Ia menggulung kasur dan kain berlumuran darah lalu menimbunnya dengan daun kering di belakang rumah.

Setelah memastikan korban tak bernyawa, Ikhsan menutupi tubuh korban dengan terpal biru dan dedaunan pisang. Sekitar pukul 06.30 WIB, ia menggali lubang di kebunnya, memasukkan jasad korban ke dalamnya, lalu menimbunnya.

Ketika istrinya pulang, ia berbohong: korban disebut sudah dijemput kawannya. Namun kebohongan itu terungkap Selasa 28 Oktober 2025, saat sang istri menemukan gundukan tanah mencurigakan dan melapor ke warga.

Polisi menangkap Ikhsan di Pekanbaru pada 29 Oktober 2025, sehari setelah jasad ditemukan. Ia dijerat Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP dengan ancaman 20 tahun penjara atau seumur hidup.

Tragedi ini bukan sekadar kriminalitas. Ia adalah sinyal kuat kerusakan sosial di lapisan bawah masyarakat: akses internet tanpa pendidikan moral, alkohol yang mudah didapat, dan lemahnya kontrol keluarga.

Kematian Novrianto seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah dan aparat hukum agar penjualan minuman tuak dan penyimpangan moral di lingkungan masyarakat desa tidak dianggap remeh. Sementara itu, publik juga diingatkan bahwa tragedi semacam ini lahir dari kelalaian kita sendiri terhadap nilai dan batas kemanusiaan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com