Geger! Ular 6 Meter Muncul di Desa Jorong

TANAH LAUT – Fenomena kemunculan ular sanca kembang sepanjang enam meter di Desa Jorong, Kabupaten Tanah Laut (Tala), Kalimantan Selatan, Jumat (31/10/2025) sore, seharusnya menjadi alarm bagi masyarakat dan pemerintah daerah tentang perubahan ekosistem yang makin terganggu akibat pembukaan lahan perkebunan yang masif. Namun, kejadian itu justru hanya dipandang sebatas “heboh” dan tontonan warga.

Ular berwarna cokelat bercorak khas itu ditemukan melingkar di semak-semak area perkebunan sawit sekitar pukul 18.20 Wita oleh seorang warga yang tengah mencari burung. Tak lama, laporan diteruskan ke petugas Pemadam Kebakaran (Damkar) Sektor Jorong.

“Laporan warga langsung kami tindaklanjuti karena khawatir ular tersebut masuk ke pemukiman,” ujar Komandan Regu Damkar Jorong, Edwin Manulang, yang memimpin proses evakuasi menegangkan malam itu.

Setelah beberapa saat berjibaku, tim akhirnya berhasil menangkap ular dengan selamat. Warga sempat panik, karena ukuran tubuh ular yang besar dianggap berpotensi mengancam keselamatan bila sampai mendekati permukiman. Namun, tak ada satu pun pihak yang menyoroti mengapa hewan liar sebesar itu bisa muncul di wilayah kebun sawit yang dikelola manusia.

Ular kemudian dilepas kembali ke kawasan hutan yang dianggap aman. Edwin menyebut, tindakan itu dilakukan agar ekosistem tetap seimbang. Akan tetapi, pertanyaan yang luput dibahas adalah: masih adakah hutan yang benar-benar aman bagi satwa liar seperti sanca di Tanah Laut hari ini?

Kepala Desa Jorong, Nur Helmi, mengakui bahwa kemunculan ular di kebun sawit bukan hal baru. “Itu utamanya di kebun kelapa sawit. Biasa ada ularnya karena di sawitan kan banyak tikus,” ujarnya, Sabtu (1/11/2025).

Pernyataan tersebut justru membuka fakta lain: bahwa kebun sawit menjadi magnet bagi rantai makanan satwa liar yang kehilangan habitat aslinya. Helmi menambahkan, ular jarang mengganggu manusia, tetapi beberapa ternak seperti ayam dan itik warga memang kerap menjadi santapan.

“Kalau bagi sebagian warga kami sudah tak begitu heran lagi melihat ular karena bisa dibilang sering saja menemui ular, terutama yang punya kebun sawit atau yang sering lewat kebun sawit,” tuturnya.

Sayangnya, narasi semacam ini sering berakhir tanpa refleksi. Padahal, pertemuan manusia dan satwa liar di area perkebunan sawit adalah cermin dari krisis ekologis yang terus meluas. Ular sanca yang “dievakuasi ke hutan” hanyalah simbol kecil dari habitat yang semakin menyempit dan kebijakan tata ruang yang abai terhadap keseimbangan alam.

Alih-alih hanya dijadikan berita viral, seharusnya kemunculan ular sepanjang enam meter di Jorong menjadi bahan introspeksi: siapa sesungguhnya yang menyerbu wilayah siapa ular ke permukiman, atau manusia ke habitat ular? []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com