DLH Pangkas Pohon, Warga Tetap Takut Tiap Kali Hujan

BANJARMASIN – Musim hujan telah tiba di Banjarmasin, kota yang dikenal dengan julukan Seribu Sungai. Namun, bukan hanya genangan air yang menimbulkan kecemasan warga, tetapi juga deretan pohon besar yang berdiri di pinggir jalan dan kawasan permukiman. Ancaman pohon tumbang kembali menghantui setiap kali hujan deras disertai angin kencang datang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Banjarmasin, Alive Yoesfah, menyampaikan bahwa pihaknya meningkatkan kewaspadaan menanggapi peringatan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tentang potensi angin kencang dan badai. “BMKG sudah menyampaikan adanya potensi angin kencang dan badai di masa peralihan musim ini. Jadi masyarakat harus waspada,” ujarnya, Jumat (31/10/2025).

Menindaklanjuti hal itu, DLH menurunkan tim pemangkasan untuk memangkas pohon rimbun dan menurunkan batang yang berisiko tumbang, terutama di jalur padat kendaraan dan kawasan padat penduduk. “Kami turunkan petugas untuk memangkas pohon yang terlalu rimbun atau sudah rapuh. Ini langkah antisipasi agar tak ada korban,” jelas Alive.

Menurutnya, wilayah Sungai Andai menjadi titik rawan utama karena lahan terbuka membuat pohon lebih mudah tumbang. Selain pemangkasan, DLH juga melakukan penggantian terhadap sejumlah pohon tua dengan bibit baru. “Beberapa pohon sudah lapuk dimakan usia, jadi kami ganti dengan yang baru,” imbuhnya.

Alive juga mengimbau warga agar tidak berteduh di bawah pohon atau papan reklame ketika hujan deras dan angin kencang melanda. “Lebih aman mencari tempat berlindung di bangunan kokoh. Jangan di bawah pohon atau papan reklame,” pesannya.

Namun, di balik kesiapsiagaan itu, muncul pertanyaan kritis: mengapa setiap musim hujan, Banjarmasin selalu terlihat tidak siap? Langkah pemangkasan dan peringatan kepada warga seolah menjadi rutinitas tahunan yang muncul ketika bencana sudah di ambang pintu. Tidak ada perubahan mendasar pada tata kota dan sistem pengelolaan lingkungan yang bisa mencegah kejadian berulang ini.

Keberadaan asuransi pohon yang disebut Alive memang terdengar menarik — sebuah inovasi yang jarang dimiliki daerah lain. “Asuransi ini bisa diklaim bagi korban pohon tumbang,” katanya. Tapi kebijakan ini justru mengundang tanya: mengapa fokusnya pada kompensasi setelah kejadian, bukan pada pencegahan agar korban tak muncul sama sekali?

Padahal, setiap tahun pohon tumbang selalu menimbulkan korban luka, bahkan merenggut nyawa, serta menyebabkan kerugian material bagi warga. Jika pemerintah kota benar-benar ingin melindungi masyarakat, seharusnya ada rencana tata hijau yang sistematis: pemetaan pohon tua, perawatan akar, penanaman jenis pohon berakar kuat, dan sistem pemantauan digital yang transparan.

Sampai saat ini, respons Pemko Banjarmasin masih terlihat reaktif dan simbolis, bukan solutif. Menebang pohon tua tanpa perencanaan jangka panjang hanya memindahkan risiko, bukan menghapusnya.

Musim hujan memang tak bisa dihindari, tapi kesiapan menghadapi dampaknya sepenuhnya berada di tangan manusia. Bila tata kota tak dibenahi, maka setiap kali hujan turun, warga Banjarmasin akan terus hidup di bawah bayang-bayang ketakutan bukan hanya karena banjir, tetapi juga oleh pohon-pohon yang sewaktu-waktu bisa berubah menjadi ancaman mematikan. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com