Bobol Sistem Bank Pelat Merah, Dua Pegawai Masuk Bui!

BANJARMASIN — Kepercayaan publik terhadap lembaga keuangan negara kembali tercoreng. Dua mantan pegawai bank pelat merah unit Senakin, Kotabaru, harus mempertanggungjawabkan ulahnya di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Banjarmasin. Mereka adalah Faisal Mukti, mantan kepala unit, dan Ahmad Maulana, eks teller, yang terbukti menggarong dana nasabah hingga merugikan negara Rp2,5 miliar.

Majelis Hakim yang diketuai Cahyono Reza Ardianto menegaskan, keduanya terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, sebagaimana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 55 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Jika tidak dibayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta bendanya akan disita dan dirampas untuk negara. Bila tidak mencukupi, hukuman tambahan berupa kurungan selama tiga tahun,” ujar Cahyono dalam amar putusan, Kamis (11/06/2025).

Dalam putusannya, majelis menjatuhkan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider dua bulan kurungan kepada Faisal Mukti. Ia juga wajib membayar uang pengganti Rp1,5 miliar. Sedangkan Ahmad Maulana diganjar empat tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider dua bulan kurungan, tanpa kewajiban uang pengganti.

“Karena terdakwa tak pernah menerima imbalan dari saksi Mukti, maka majelis berpendapat terdakwa tak perlu membayar uang pengganti,” jelas Hakim Anggota Feby Desry dalam pertimbangan putusan.

Sikap para pihak pun berbeda. Kuasa hukum Faisal Mukti, Rahardian Noor, menyatakan menerima putusan. Namun, Ahmad Maulana dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kotabaru menyatakan pikir-pikir dan meminta waktu tujuh hari untuk menentukan langkah hukum berikutnya.

Kasus ini bermula dari 38 transaksi fiktif yang dilakukan selama Agustus hingga Oktober 2023. Berdasarkan dakwaan JPU, transaksi itu bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah, digunakan untuk gaya hidup, judi online, dan investasi crypto.

Modus mereka tergolong canggih tapi busuk: manipulasi sistem setor tunai melalui aplikasi New Delivery System (NDS). Faisal Mukti memberikan user ID dan password kepada Maulana agar validasi transaksi dapat dilakukan tanpa uang fisik benar-benar disetor.

“Modusnya setor tunai tapi tak ada uang fisik. Teller menginput data, dan kepala unit memvalidasi. Karena ada kebocoran password, transaksi fiktif pun bisa dilakukan,” ungkap salah satu sumber internal bank.

Awalnya, kedua pelaku sempat lolos dari audit dengan cara memasukkan uang dari pihak lain untuk menutup kekurangan sementara. Namun, modus mereka terbongkar saat ditemukan ketidaksesuaian sistem dengan dana riil nasabah.

Dalam penyidikan, Faisal Mukti telah mengembalikan Rp970 juta dan Ahmad Maulana Rp172 juta. Namun, pengembalian sebagian dana tak membuat keduanya lolos jerat hukum. Mereka tetap dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kasus ini menjadi tamparan keras bagi manajemen bank pelat merah yang selama ini mengklaim sistemnya aman dan transparan. Kebocoran password dan lemahnya pengawasan menunjukkan celah integritas di tubuh lembaga keuangan negara.

Publik kini menunggu, apakah kasus ini jadi pelajaran serius untuk membenahi sistem perbankan BUMN, atau sekadar catatan hukum yang berlalu begitu saja. []

Fajar Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com