Amukan Massa Rampas Hidup Rido Keluarga Tuntut Keadilan

PONTIANAK – Gelombang keprihatinan publik kembali membesar setelah seorang bocah disabilitas tewas akibat dikeroyok warga yang terjebak dalam tuduhan keliru. Kasus yang menimpa Rido Pulanggar (15) ini memperlihatkan betapa rentannya kelompok difabel ketika berhadapan dengan situasi panik dan minimnya verifikasi informasi di tingkat masyarakat.

Kepolisian kini resmi meningkatkan perkara tersebut ke tahap penyidikan, menandai keseriusan aparat dalam menelusuri rangkaian kesalahan yang menjurus pada tragedi maut itu.

Rido, anak tunagrahita yang tidak mampu berkomunikasi secara normal, menjadi korban setelah warga salah menafsirkan tindakannya. Tunagrahita sendiri merupakan kondisi disabilitas intelektual yang memengaruhi kemampuan belajar, berpikir, hingga beradaptasi dalam aktivitas harian. Dalam situasi tertentu, keterbatasan tersebut membuat penyandangnya mudah disalahpahami seperti yang dialami Rido malam itu.

Warga yang mengira Rido berniat melakukan tindakan kriminal langsung melakukan pengeroyokan tanpa klarifikasi apa pun. Dugaan yang tidak berdasar tersebut berubah menjadi tindakan brutal yang merenggut nyawanya.

Keluarga korban kini menuntut pertanggungjawaban dan berharap pelaku segera diproses hukum. Polisi telah memulai pengumpulan bukti serta memeriksa saksi-saksi yang memiliki keterkaitan dengan kejadian tersebut.

Polres Karawang telah memeriksa sedikitnya lima saksi untuk mengungkap dugaan penganiayaan terhadap anak disabilitas di Kecamatan Cilamaya Wetan. Kasi Humas Polres Karawang, Ipda Cep Wildan, menegaskan bahwa penyelidikan telah resmi naik ke tahap penyidikan.

Polisi mengumpulkan rekaman kejadian, keterangan warga, serta informasi dari keluarga korban. Wildan menekankan komitmennya: kepolisian akan menelusuri rangkaian kekerasan tersebut hingga pelaku benar-benar teridentifikasi.

Peristiwa ini kembali menambah daftar panjang aksi vigilante yang muncul karena kepanikan, minimnya literasi hukum, serta ketidaktahuan masyarakat tentang kondisi disabilitas mental.

Insiden bermula ketika warga Desa Tegalwaru melihat Rido memasuki sebuah rumah pada Selasa, (04/11/2025) malam. Rido, yang sering bepergian tanpa arah akibat keterbatasan intelektualnya, dianggap mencurigakan oleh warga yang tidak mengenal kondisinya.

Tuduhan yang digantungkan pada dugaan spontan itulah yang memicu pengeroyokan keras. Bocah disabilitas itu mengalami luka berat di kepala serta bagian tubuh lain akibat penghakiman massa.

Kondisi kritis membuat aparat segera membawa Rido ke RSUD Karawang. Pejabat pekerja sosial Dinas Sosial Karawang, Asep Riyadi, membenarkan kondisi korban sangat parah ketika tiba di rumah sakit.

Keluarga korban menjelaskan bahwa Rido sering tidak mampu menjelaskan maksud atau tujuannya kepada orang lain, sehingga rawan disalahpahami.

Setelah kondisi memburuk, Rido dirujuk ke RSUD Bayu Asih Purwakarta. Operasi besar pada bagian kepala dilakukan sejak tengah malam hingga dini hari.

Direktur RSUD Bayu Asih, Tri Muhammad Hani, menyampaikan bahwa operasi berjalan sesuai prosedur, namun kerusakan neurologis yang diderita korban sudah terlalu parah sehingga peluang pulih sangat kecil.

Setelah lebih dari sepekan koma, Rido mengembuskan napas terakhir pada Kamis, (13/11/2025) pukul 12.30 WIB. Kabar ini dikonfirmasi kuasa hukum keluarga, Aris Nurjaman, yang memastikan jenazah akan diautopsi untuk keperluan penyidikan.

Keluarga korban melaporkan kasus ini ke Polres Karawang pada (11/11/2025). Selain menuntut pelaku diproses hukum, keluarga juga menghadapi beban finansial berat. Pesta Garleta, kakak korban, mengungkap bahwa pengobatan di RSUD Karawang tidak ditanggung BPJS Kesehatan.

Autopsi direncanakan berlangsung di RS Sartika Asih Bandung sebagai langkah untuk memperkuat alat bukti.

Kapolres Karawang, AKBP Fiki Novian Ardiansyah, memastikan pihaknya menelusuri kejadian ini secara menyeluruh. Bukti visual, keterangan saksi, serta rekam medis korban telah dikumpulkan untuk menjerat pelaku dengan pasal penganiayaan berat yang menyebabkan kematian.

Penyidikan diperluas untuk mengetahui jumlah pelaku dan peran masing-masing. Fiki juga mengingatkan masyarakat untuk tidak mudah terpancing informasi tanpa klarifikasi, apalagi ketika menyangkut penyandang disabilitas.

Tragedi yang dikenal sebagai “maut tuduhan palsu bocah disabilitas tewas dikeroyok massa” ini menjadi alarm keras bagi publik tentang bahaya penghakiman massa dan kasus ini membawa sejumlah refleksi:

Pentingnya memahami disabilitas mental
Penyandang tunagrahita kerap disalahpahami karena kesulitan berkomunikasi.

Bahaya aksi main hakim sendiri
Keputusan spontan tanpa verifikasi dapat berakibat fatal.

Peran masyarakat dalam menjaga keamanan yang beradab
Melaporkan ke polisi jauh lebih aman daripada bertindak represif.

Urgensi perlindungan bagi anak disabilitas
Kelompok rentan membutuhkan dukungan dan pemahaman masyarakat.

Pemerintah daerah dan kepolisian diharapkan memperkuat edukasi publik agar insiden serupa tidak lagi merampas nyawa orang tak bersalah. []

Fajar Hidayat

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com