SAMARINDA – Pengadilan Negeri (PN) Samarinda kembali menjadi sorotan publik setelah menggelar sidang pemeriksaan setempat (PS) terkait Perkara Perdata Nomor 143/Pdt.Bth/2025/PN Smr pada Jumat (14/11/2025). Pemeriksaan lapangan yang dilakukan di kawasan Jalan PM Noor, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara, itu menjadi bagian penting dalam proses pembuktian sengketa lahan yang tengah berjalan.
Pemeriksaan tersebut dipimpin langsung oleh Ketua Majelis Hakim PN Samarinda, Agung Prasetyo. Kehadiran majelis hakim, panitera, serta para pihak di lokasi sengketa menandai langkah krusial untuk menilai objek perkara secara faktual. Proses PS ini digelar guna memastikan penilaian tidak hanya mengandalkan dokumen, tetapi juga kondisi nyata di lapangan agar transparansi dan akurasi dapat terjaga sebelum majelis menjatuhkan putusan.
Usai pemeriksaan, kuasa hukum pihak pelawan, Abraham Ingan, menyampaikan bahwa pihaknya telah menghadirkan saksi-saksi batas yang memahami kondisi lahan secara detail. Ia memastikan bahwa tanah yang disengketakan memiliki bentuk segi empat dengan ukuran yang sesuai sertifikat. “Kami menunjukkan batas fakta sesuai dengan sertifikat yang ada dan hari ini kita sudah menunjukkan batas-batas,” ujar Abraham kepada awak media.
Abraham menjelaskan bahwa pihaknya menghadirkan seluruh saksi untuk menegaskan keberadaan patok sesuai data resmi. Ia merinci ukuran tanah berdasarkan sertifikat dengan lebar bagian selatan 36,7 meter, panjang sisi barat 115,8 meter, lebar utara 56 meter, dan panjang sisi timur 105,5 meter. Adapun batas-batas lahan meliputi Jalan PM Noor di sisi selatan, Hariono Atmaja di bagian barat, PT Sarindo di utara, serta Sari Putra Yosep di sisi timur.
“Luasan hak milik pelawan lebar bagian Selatan 36,7 m, panjang sebelah barat 115,8 m, lebar Utara 56 m dan panjang sebelah timur 105,5 m,” kata Abraham.
Lebih jauh, Abraham menegaskan bahwa kliennya telah menguasai lahan tersebut sejak tahun 1996 dengan sertifikat resmi sebagai bukti kepemilikan yang sah. Namun, mereka merasa dirugikan oleh pihak lawan yang mengajukan dokumen SPPT baru terbit pada 2015. Ia menilai klaim tersebut tidak sejalan dengan sejarah kepemilikan dan cenderung manipulatif.
“Bahwa memang klien kami itu sudah dimiliki sejak tahun 1996 sedangkan SPPT baru 2015 kami dikalahkan dengan surat yang lebih muda, klaim mereka adalah manipulatif unsurnya,” tutur Abraham.
Abraham berharap pemeriksaan setempat ini dapat menjadi titik terang bagi majelis hakim dalam melihat keseluruhan perkara secara objektif. Dengan PS, majelis hakim disebut memiliki gambaran lebih lengkap mengenai letak, batas, dan luas objek sengketa sehingga keputusan nantinya dapat diambil dengan lebih adil dan proporsional.
“Mudah-mudahan di dalam keputusan hakim lebih jernih lagi menilai objek perkara ini dengan adil, setelah majelis Hakim mengetahui dengan jelas tentang letak, luas dan batas objek yang terperkara,” tutup Abraham.
PS tersebut kini menjadi bagian penting dalam sidang lanjutan, dan publik menantikan bagaimana langkah majelis hakim dalam menyikapi temuan di lapangan serta fakta-fakta yang telah terungkap. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan