Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim kembali mendapat tiga pengaduan dari warga yang merasa dirugikan dengan aktivitas pertambangan batu bara. Parahnya, salah satu yang diadukan itu dinilai menambang di kawasan publik. Hal tersebut diungkapkan Dinamisator Jatam Kaltim Merah Johansyah.
Ketiga laporan itu datang dari warga Lubuk Sawah, Kelurahan Mugirejo. “Mereka melaporkan dugaan adanya limbah bekas galian tambang yang jebol, sehingga mengalir ke sawah warga. Akibatnya banyak warga merasa dirugikan,” kata Merah. Menurut dia, Jatam telah melakukan penelusuran. Diduga kuat jebolnya pit 19 area PT CEM karena disengaja.
“Setelah kami tinjau ke lapangan, air dalam pit yang bercampur lumpur dialirkan langsung ke Sungai Lubuk Sawah. Dampaknya, kebun buah naga dan sayur-sayuran warga juga terkena limbah tersebut,” paparnya. Laporan kedua datang dari warga Rimbaun, Tanah Merah. Di lokasi tersebut Jatam menemukan perusahaan tambang KSU Puma melakukan penambangan di kawasan Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS).
“Permasalahannya ini melanggar batas KRUS. Hal ini jelas tidak lagi sebatas melanggar Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2012 bahwa menambang minim 500 meter dari fasilitas publik,” ucapnya Sebab, lanjut dia, penambangan persis di balik tembok KRUS. “Jarak tersebut sudah tidak bisa ditoleransi. Ini jelas penghinaan bagi pemerintah,” jelasnya.
Laporan ketiga yang ditelusuri Jatam, adalah bekas galian tambang CV 77 di Tanah Merah. Permasalahan tersebut diadukan pengusaha kolam ikan. Air limbah bekas galian tambang meluap dan masuk kolam ikan warga di RT 8. Meski izin tambang perusahaan tersebut sudah dicabut Pemkot Samarinda, namun tetap ada kewajiban reklamasi.
“Bekas galian tersebut belum direklamasi. Kami mempertanyakan kepada pemerintah, karena setiap perusahaan menempatkan dana jaminan reklamasi. Kalau tidak reklamasi, uang jaminan reklamasi dibawa ke mana,” tandasnya. [] RedFj/KP