SINGKAWANG — Ruang Sidang Pengadilan Negeri Singkawang mendadak hening sebelum akhirnya pecah oleh tangis keluarga saat majelis hakim mengetok palu dan menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Uray Abadi, terdakwa pembunuhan balita Rafa Fauzan (1 tahun 11 bulan), Senin (17/11/2025). Putusan ini langsung menggema di Kota Singkawang, mengingat kasus tersebut sempat menggemparkan publik sejak Juni 2025.
Rafa sebelumnya ditemukan tak bernyawa di depan pintu Masjid Jami Husnul Khatimah, Jalan Veteran, Kelurahan Sekip Lama, Singkawang Tengah, pada Jumat 13 Juni 2025 sekitar pukul 04.00 WIB setelah hilang selama 4 hari 3 malam sejak Selasa 10 Juni 2025.
Ayah almarhum, Rasiwan, tak kuasa menahan tangis setelah mendengar putusan. Ia menyebut vonis tersebut layak diterima pelaku. “Alhamdulilah, putusan yang dibacakan oleh majelis hakim sudah sesuai dengan harapan kami yaitu pidana mati,” ujarnya, Senin 17 November. Pengacara keluarga korban, Charlie Nobel, turut menyatakan kepuasan. “Alhamdulilah, apa yang diinginkan oleh pihak keluarga korban setimpal dengan apa yang dilakukan oleh terdakwa,” katanya.
Kasi Pidum Kejaksaan Negeri Singkawang, Heri Susanto, menegaskan bahwa putusan majelis hakim bahkan lebih tinggi dari tuntutan JPU. “Yang mana tuntutan JPU mempersangkakan terdakwa dengan hukuman seumur hidup, namun oleh majelis hakim memberikan putusan pidana mati,” jelasnya.
Majelis hakim memiliki tiga pertimbangan utama. Pertama, pelaku menyimpan sakit hati kepada pengasuh korban namun melampiaskannya kepada anak kecil tak berdosa. Kedua, terdakwa berpura-pura ikut mencari korban padahal ia sudah mengetahui korban meninggal berhari-hari sebelumnya. “Si korban sudah meninggal berhari-hari, tetapi terdakwa tidak mengaku bahkan berpura-pura ikut mencari keberadaan korban,” jelas Humas PN Singkawang, Muhammad Musashi Achmad Putra. Ketiga, hasil psikologi menyatakan terdakwa berbahaya bagi masyarakat, khususnya anak-anak. “Jadi itu pertimbangan majelis hakim menaikkan tuntutan jaksa,” ujarnya.
Sementara itu, Pengamat Hukum Kalimantan Barat, Herman Hofi Munawar, menilai penting untuk memastikan kondisi mental pelaku sebelum menjatuhkan hukuman mati. “Pertama yang harus diuji adalah kesehatan pelaku. Jika diduga mengalami kelainan jiwa atau ODGJ, maka ia harus diperlakukan sebagai orang dengan gangguan jiwa,” katanya. Ia menekankan bahwa vonis mati tidak boleh dijatuhkan jika pelaku memiliki gangguan kejiwaan. Ia juga mengingatkan bahwa putusan PN belum final. “Jika terdakwa mengajukan banding, kasasi, atau peninjauan kembali, peluang perubahan vonis tetap terbuka,” jelasnya.
Polisi mengungkap kronologi hilangnya Rafa selama 4 hari 3 malam. Tersangka mengaku membekap korban pada Selasa 10 Juni 2025 sekitar pukul 11.45 WIB, lalu membawanya ke rumah. Meski korban masih hidup, pelaku memasukkannya ke dalam karung plastik dan meletakkannya di keranjang sepeda. Karung itu kemudian dibawa ke kompleks pemakaman Jalan Veteran, diletakkan di teras masjid, diambil lagi malam hari, lalu dibawa berkeliling sebelum akhirnya dibuang ke semak-semak di kawasan Jalan Man Model. Polisi memastikan pelaku bertindak sendiri. “Kami pastikan pelaku tunggal adalah Uray Abadi. Tidak ada keterlibatan pihak lain,” tegas penyidik.
Saat ini penyidik masih mengumpulkan bukti tambahan dari lokasi-lokasi yang disebutkan tersangka serta mendalami perubahan pengakuannya untuk memperkuat berkas perkara. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan