PONTIANAK – Drama perburuan buronan Kejaksaan berakhir pagi buta di Kota Bogor, Jawa Barat. Habib Alwi Almuthohar, pria berusia 63 tahun yang sejak tahun lalu ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO), akhirnya berhasil ditangkap Tim Tabur gabungan Intelijen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat dan Kejaksaan Negeri Pontianak, dengan bantuan AMC Kejaksaan Agung RI.
Habib Alwi diamankan tanpa perlawanan di sebuah pemukiman padat penduduk, tepatnya di Kampung Lolongok Tengah RT 04 RW 03, Kelurahan Empang, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor. Seusai ditangkap, ia langsung diterbangkan menuju Pontianak untuk menjalani hukuman penjara sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Penangkapan ini mengakhiri pelarian panjang Habib Alwi, setelah sebelumnya menolak memenuhi tiga kali panggilan eksekusi jaksa dan menghilang dengan berpindah-pindah lokasi demi menghindari pemantauan aparat.
“Penangkapan ini menunjukkan keseriusan kami dalam memberantas pelaku kejahatan dan menuntaskan tunggakan DPO di wilayah hukum Kalimantan Barat. Tidak ada tempat aman bagi buronan. Setiap putusan pengadilan wajib dilaksanakan demi tegaknya kepastian hukum,” tegas Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat, Emilwan Ridwan, yang saat itu sedang melaksanakan kegiatan di Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Kajati juga menegaskan komitmen institusinya: “Kami akan terus memperkuat koordinasi, mempercepat penelusuran, dan memastikan seluruh buronan segera ditangkap dan dieksekusi. Penegakan hukum tidak boleh terhambat hanya karena terpidana berusaha menghindar,” pungkasnya.
Putusan Pengadilan Negeri Pontianak pada 31 Mei 2022 menyatakan Habib Alwi terbukti bersalah memakai surat palsu bersama-sama dengan H. Salim Achmad, dan dijatuhi hukuman 2 tahun penjara, dipotong masa tahanan.
Kasus berlanjut ke tingkat banding dan kasasi.
Pada 30 Juni 2022, Pengadilan Tinggi menguatkan putusan PN Pontianak.
Kemudian Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1491 K/Pid/2022 tertanggal 27 Desember 2022 menolak kasasi terdakwa, memperkuat amar hukuman menjadi 3 tahun penjara sesuai Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah putusan inkracht, 8 Februari 2023, terpidana dipanggil tiga kali namun tidak hadir, hingga akhirnya ditetapkan sebagai DPO pada 1 September 2025.
Program Tabur Kejaksaan pun berhasil menelusuri jejak pelarian yang disebut berpindah-pindah dan memutus seluruh komunikasi. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan