MEMPAWAH – Di Desa Ansiap, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, puluhan pelajar kini terpaksa menyeberangi sungai demi sekolah karena jembatan penghubung rusak parah. Sementara itu, pemerintah daerah justru tengah merencanakan pembangunan pendopo Bupati Mempawah senilai Rp15 miliar, yang memicu sorotan dan kecaman masyarakat.
Tokoh masyarakat Sadaniang, Iman Lewi Khornelis Bureni, menegaskan ancaman protes bila pemerintah memaksakan pembangunan pendopo tanpa memperhatikan kondisi daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar). “Jika memang bupati memaksakan membangun pendopo senilai itu, maka masyarakat Sadaniang akan turun. Kalau sudah turun, kami tidak akan pulang. Kami akan bermalam di kantor bupati dan DPRD. Mau sebulan, tetap bermalam di sana,” tegas Iman.
Jembatan tersebut menjadi satu-satunya akses Dusun Tikalong dan Dusun Ansiap, termasuk penghubung ke Menjalin, Kabupaten Landak. Kondisinya kini sangat memprihatinkan, hingga warga dan TNI-Polri terpaksa gotong royong membangun sementara agar anak-anak bisa ke sekolah. “Anak-anak harus melewati jembatan ini untuk ke sekolah. Sungai ini bahaya, ada buayanya,” ujar Ketua Komisi III DPRD Mempawah, Paulus Luno, yang juga mendukung pembangunan berkeadilan.
Di sisi lain, Bupati Mempawah, Erlina, menegaskan pembangunan pendopo senilai Rp15 miliar bukan rumah pribadi, melainkan ruang publik yang dapat digunakan masyarakat untuk pertemuan, pelatihan, dan acara budaya. “Pendopo ini dirancang sebagai ruang publik untuk masyarakat Mempawah,” jelasnya.
Ketimpangan fokus anggaran antara fasilitas publik utama dan pembangunan simbolik memicu pertanyaan serius: apakah pemerintah daerah benar-benar memprioritaskan kebutuhan rakyat, atau sekadar proyek prestise? Puluhan pelajar di Desa Ansiap kini menjadi simbol ketimpangan tersebut. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan