Perilaku Berisiko Remaja Mengkhawatirkan, Pemerintah Bergerak

BONTANG — Masa depan generasi muda Kota Bontang sedang berada di titik kritis. Survei Perilaku Remaja 2025 DP3AKB mengungkap fakta mengejutkan yang langsung mendapat sorotan tajam Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, terkait kondisi mental dan perilaku berisiko pada remaja di kota tersebut.

Hasil survei yang dipaparkan Neni pada peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak di Auditorium 3D Jalan Awang Long, Kamis (04/11/2025), memperlihatkan angka gangguan kecemasan yang sangat tinggi di kalangan remaja.

Dari 1.621 responden berusia 10–24 tahun, sebanyak 46,9 persen mengaku mengalami kecemasan dan rasa takut berlebihan, sementara 20,2 persen lainnya mengaku memiliki keluhan mental lain. Menurut Neni, tekanan akademik, pengaruh media sosial, dan kurangnya dukungan keluarga menjadi pemicu paling dominan. “Yang terbanyak itu kecemasannya. Dan remaja perempuan angkanya lebih tinggi. Ini harus segera ditangani,” tegas Neni.

Lebih jauh, survei juga menyingkap perilaku seksual dan psikoseksual remaja yang dinilai membutuhkan perhatian serius. Sebanyak 16,9 persen remaja menonton video porno, 9,1 persen mengaku tertarik sesama jenis, 8,3 persen melakukan masturbasi, sebagian lainnya mengaku pernah berinteraksi dengan PSK, berciuman atau berpelukan dengan pacar, hingga petting. Yang mengaku pernah berhubungan seksual tercatat 0,6 persen.

Menurut Neni, fenomena seksual pada remaja memang bisa terjadi sebagai bagian dari proses perkembangan, namun tanpa edukasi yang tepat bisa menjadi bumerang. “Kalau dibiarkan, anak-anak mencari jawaban sendiri. Itu berbahaya,” ujarnya.

Tak berhenti di situ, perilaku berisiko lainnya ikut terungkap. Di antaranya konsumsi alkohol atau lem (1,4 persen), penggunaan narkoba (0,5 persen), serta akses pinjaman online dengan angka yang sama. Pemerintah berencana memberikan penanganan khusus berbasis kasih sayang.

“Yang narkoba dan ngelem ini nanti akan kita kelompokkan untuk rehabilitasi. Harus pendekatan persuasif dan kasih sayang,” tambahnya.

Pemkot Bontang melalui DP3AKB akan memetakan data survei untuk menentukan pola intervensi yang efektif. Neni menegaskan bahwa upaya penyelamatan generasi muda tidak dapat dilakukan sendirian. “Guru, orangtua, psikolog, sampai pemerintah kota harus hadir bersama. Anak-anak harus dirangkul, bukan ditinggalkan,” pungkasnya.

Temuan ini menjadi alarm keras bagi semua pihak bahwa krisis kesehatan mental dan perilaku berisiko remaja bukan lagi isu kecil, melainkan ancaman nyata bagi masa depan Bontang. []

Admin03

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com