SAMARINDA – Unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polresta Samarinda mengungkap dugaan tindak pidana korupsi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Samarinda yang kini berganti nama menjadi Bank Samarinda setelah dilakukan penyelidikan sejak tahun 2023. Dua orang berinisial ASN dan SN resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang menyeret kerugian negara hingga miliaran rupiah tersebut.
Pengumuman status tersangka disampaikan langsung oleh Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, dalam konferensi pers di Aula Polresta Samarinda, Jalan Selamet Riyadi, Rabu (03/12/2025). Hendri menjelaskan bahwa keduanya dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, serta Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
“Dua orang berinisial ASN dan SN telah resmi kami tetapkan sebagai tersangka. Pasal-pasal yang kami kenakan mengatur tentang tindakan yang memperkaya diri sendiri atau orang lain serta menyalahgunakan kewenangan jabatan yang mengakibatkan kerugian negara,” ujar Hendri.
Ancaman hukuman bagi kedua tersangka cukup berat. Sesuai ketentuan undang-undang, mereka terancam pidana minimal empat tahun penjara dan maksimal dua puluh tahun. Selain hukuman badan, pengadilan dapat menjatuhkan pidana tambahan berupa denda minimal Rp200 juta hingga maksimal Rp1 miliar, serta sanksi perampasan aset dan pengembalian kerugian negara.
Hendri menegaskan komitmen penyidik untuk menuntaskan perkara secara profesional, transparan, dan berbasis bukti. Berbagai dokumen penggunaan anggaran, pemeriksaan saksi, dan hasil audit investigatif telah dikumpulkan untuk memperkuat konstruksi hukum.
“Kami bekerja berdasarkan bukti. Langkah penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan minimal dua alat bukti yang sah sesuai ketentuan hukum,” jelas Hendri.
Ia juga menegaskan masih terbuka kemungkinan penambahan tersangka baru. “Kami tidak berhenti pada dua tersangka ini. Jika penyelidikan mengarah kepada pihak lain, tentu akan kami tindaklanjuti,” kata Hendri.
Untuk diketahui, dugaan korupsi yang terjadi pada periode Januari 2019 hingga Mei 2020 melibatkan Kepala Bagian (Kabag) Kredit BPR Samarinda berinisial ASN, serta seorang pengusaha properti (perumahan) berinisial SN.
ASN diduga meloloskan 15 kredit fiktif senilai Rp2,7 miliar, menyalahgunakan uang pelunasan kredit dari tiga debitur sebesar Rp473 juta, serta melakukan pencairan deposito nasabah tanpa izin sebesar Rp131 juta.
Sementara itu, SN berperan menyediakan delapan data debitur fiktif yang diserahkan kepada ASN serta mengajukan kredit fiktif dengan agunan palsu sebesar Rp1 miliar dan menambah nilai agunan Rp370 juta. Dalam permufakatan jahat tersebut, ASN meraup keuntungan Rp2 miliar, sementara SN memperoleh Rp2,6 miliar, sehingga total kerugian negara mencapai Rp4,6 miliar.
Unit Tipikor Satreskrim Polresta Samarinda juga menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp404 juta, dokumen penyertaan modal dari Pemkot Samarinda, dan 15 dokumen kredit fiktif. []
Penulis: Guntur Riyadi | Penyunting: Rasidah
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan