COLOMBO – Situasi kemanusiaan di Sri Lanka terus memburuk menyusul banjir dan longsor yang melanda berbagai wilayah negara tersebut sepanjang akhir November hingga awal Desember 2025. Pusat Manajemen Bencana (DMC) Sri Lanka kembali memperbarui data korban dan menyebut jumlah warga yang meninggal dunia telah mencapai 607 orang per Jumat (05/12/2025), sebagian besar di antaranya merupakan korban yang sebelumnya dinyatakan hilang.
Dalam laporan terbarunya, DMC menyebut lebih dari 2 juta penduduk terdampak oleh bencana yang dipicu hujan monsun itu. Sejumlah desa yang berada di daerah perbukitan menjadi wilayah paling parah akibat longsor yang terjadi beruntun setelah tanah tak mampu lagi menahan curah hujan ekstrem.
Melansir AFP, sebanyak 214 orang masih tercatat hilang, sementara tim penyelamat menghadapi kendala besar akibat kondisi lahan yang labil dan akses menuju lokasi yang terputus. Organisasi Penelitian Bangunan Nasional (NBRO) memperingatkan masyarakat agar tetap waspada karena hujan diprediksi masih akan berlangsung dengan intensitas tinggi.
“Karena curah hujan dalam 24 jam terakhir telah melebihi 150 milimeter, jika hujan terus berlanjut, segera evakuasi ke lokasi aman untuk menghindari risiko tanah longsor,” ujar NBRO, dalam sebuah pernyataan.
Peringatan tersebut merupakan bagian dari upaya pemerintah Sri Lanka mencegah jatuhnya korban tambahan. Namun kondisi medan dan banyaknya permukiman yang berada di lereng bukit membuat mitigasi menjadi tantangan tersendiri. Beberapa daerah bahkan melaporkan longsoran susulan ketika tim penyelamat masih melakukan pencarian.
Bencana ini terjadi tidak lama setelah Sri Lanka diterjang badai siklon Ditwah pada akhir November lalu, yang memperburuk kondisi infrastruktur dan memicu banjir di sejumlah daerah. Siklon tersebut juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya curah hujan di kawasan pesisir hingga daerah pegunungan.
Presiden Sri Lanka, Anura Kumara Dissanayake, sebelumnya telah menetapkan status darurat nasional pada Sabtu (29/11) guna membuka pintu bantuan internasional. Pemerintah setempat menilai skala kerusakan jauh lebih besar dibandingkan bencana pada 2017, ketika banjir dan longsor menewaskan lebih dari 200 orang.
Selain kebutuhan logistik dan tempat pengungsian, Sri Lanka kini juga menghadapi potensi krisis kesehatan akibat air bersih yang mulai sulit diakses di beberapa wilayah. Organisasi kemanusiaan internasional telah bergerak memberikan dukungan, tetapi proses distribusi bantuan masih menghadapi kendala cuaca dan infrastruktur.
Meski beberapa wilayah mulai mengalami penyusutan debit banjir, ancaman hujan monsun lanjutan membuat pemerintah tetap mempertahankan siaga penuh. Situasi ini diperkirakan belum akan pulih dalam waktu dekat, mengingat prakiraan cuaca menunjukkan hujan deras berpotensi berlanjut selama beberapa hari ke depan. []
Admin04
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan