DEN HAAG — Setelah lebih dari dua dekade para korban menunggu keadilan, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) akhirnya menjatuhkan vonis berat terhadap salah satu tokoh paling ditakuti dalam konflik Darfur. Pemimpin milisi Janjaweed, Ali Muhammad Ali Abd-Al-Rahman, dijatuhi hukuman 20 tahun penjara atas deretan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Hakim ICC mengumumkan vonis tersebut usai menyatakan Abd-Al-Rahman, atau yang dikenal dengan nama Ali Kushayb, bersalah atas 27 dakwaan, mulai dari pemerkosaan, pembunuhan, hingga penyiksaan brutal yang terjadi di Darfur Barat pada 2003–2004. Sidang di Den Haag pada Selasa (09/12/2025) itu menjadi penantian panjang bagi ribuan keluarga korban yang mendambakan pertanggungjawaban atas kekejaman masa lalu.
Pria berusia 76 tahun itu hadir di ruang sidang mengenakan setelan biru rapi. Namun ekspresinya datar ketika hakim ketua, Joanna Korner, menyampaikan kalimat vonis: 20 tahun penjara. Tidak ada penyesalan yang tampak, meski detail kejahatan yang dibacakan begitu mengerikan.
Dalam putusannya, pengadilan menegaskan Abd-Al-Rahman merupakan anggota penting milisi Janjaweed, pasukan yang terkenal sadis dan berperan aktif dalam aksi-aksi kejahatan selama perang sipil berkecamuk di Darfur. Hakim Korner mengatakan Abd-Al-Rahman “secara personal melakukan” pemukulan, termasuk menggunakan kapak, serta memerintahkan sejumlah eksekusi.
Ia bahkan membacakan ulang kesaksian korban yang menggambarkan kengerian di Darfur: “Hari-hari penyiksaan dimulai saat matahari terbit… darah mengalir deras di jalanan… tidak ada bantuan medis, tidak ada perawatan, tidak ada belas kasihan.”
Dalam bagian lain putusan, hakim menyebut Abd-Al-Rahman menginjak-injak kepala pria, wanita, dan anak-anak yang terluka, menggambarkan tingginya tingkat kebrutalan yang ia lakukan.
Meski demikian, terdakwa tetap membantah sebagai pejabat tinggi Janjaweed. Milisi yang didominasi etnis Arab itu dituduh menerima senjata dari pemerintah Sudan untuk menyerang komunitas Afrika berkulit hitam di Darfur pada awal 2000-an.
Abd-Al-Rahman kabur ke Republik Afrika Tengah pada 2020 ketika pemerintah baru Sudan menyatakan siap bekerja sama dengan ICC. Ia kemudian menyerahkan diri karena merasa “putus asa” dan mengaku takut dibunuh otoritas setempat—klaim yang kemudian dibantah oleh pengadilan.
Hakim Korner menyebut penyerahan diri tersebut menjadi salah satu faktor yang meringankan hukuman, bersama usia lanjut serta perilaku baik selama penahanan. Masa hukuman Abd-Al-Rahman juga dipotong waktu sejak ia ditahan pada Juni 2020.
Vonis ini menjadi salah satu tonggak penting dalam upaya internasional mengadili aktor-aktor utama tragedi Darfur, konflik yang menewaskan ratusan ribu orang dan memaksa jutaan lainnya mengungsi. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan