ACEH – Derita pengungsi banjir di Kabupaten Aceh Utara kian panjang. Sudah 21 malam mereka hidup tanpa aliran listrik, memaksa ribuan warga bertahan dalam gelap hanya bermodalkan lampu teplok dan lilin sebagai penerang. Sejak banjir besar melanda pada 26 November 2025 sekitar pukul 02.00 WIB, listrik dari PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tak kunjung menyala.
Kondisi paling parah terjadi di Kecamatan Langkahan dan Kecamatan Sawang. Di dua wilayah ini, listrik bahkan belum menyala semenit pun sejak banjir menghantam.
“Beberapa hari ini mulai ada petugas PLN yang masuk ke wilayah Kecamatan Langkahan, sebelumnya tidak terlihat sama sekali,” kata M Hasan Ismail, pengungsi korban banjir, melalui sambungan telepon, Rabu (17/12/2205).
Banjir bandang merobohkan banyak tiang listrik di kawasan pedalaman Aceh Utara. Dari total 23 desa di Kecamatan Langkahan, sebanyak 22 desa terendam banjir. Hanya Desa Sereukei yang tidak kebanjiran, namun tetap mengalami pemadaman karena jalur utama listrik terputus.
“Bagi yang kaya beli mesin generator untuk menghidupkan listrik. Bagi yang miskin ya lampu teplok,” katanya.
Di tengah keterbatasan, solidaritas warga menjadi satu-satunya sandaran. Rumah warga yang memiliki mesin generator dijadikan tempat umum untuk mengecas telepon genggam.
“Agar kami bisa tetap mengirimkan pesan ke keluarga. Walau sinyalnya buruk sekali,” sebutnya.
Sebagian pengungsi terpaksa menempuh perjalanan ke kecamatan lain demi mendapatkan listrik dan kebutuhan pokok.
“Sekalian beli bahan pangan atau keperluan lain, kami cas daya handphone di warung kopi Kecamatan Tanah Jambo Aye. Lain tidak ada solusi, PLN belum ada tanda-tanda kapan pulih,” terang Muhammad, pengungsi lainnya.
Kondisi tersebut membuat warga berharap adanya campur tangan langsung dari pemerintah pusat. Mereka menilai pemulihan pascabanjir berjalan terlalu lambat, sementara kebutuhan dasar belum terpenuhi.
Dia berharap, Presiden RI Prabowo Subianto memimpin langsung pemulihan Aceh paskabanjir.
“Jika bukan ditangan presiden, pasti kami akan lama menderita. Lihatlah tiga pekan, tenda tak ada, listrik tak menyala, dan sinyal handphone hilang seketika begitu masuk ke lokasi pengungsian,” pungkasnya. []
Admin03
Berita Borneo Terlengkap se-Kalimantan