Perang Kamboja–Thailand Buntu, China Turun Tangan

PHNOM PENH – Konflik bersenjata antara Kamboja dan Thailand di kawasan perbatasan kembali memanas tanpa tanda-tanda mereda. Aksi saling serang yang terus berlangsung menunjukkan rapuhnya komitmen perdamaian kedua negara, meski upaya diplomasi internasional telah beberapa kali dilakukan. Di tengah kebuntuan itu, China mengambil peran lebih aktif dengan mengirimkan utusan khusus guna menekan eskalasi konflik.

Langkah Beijing dilakukan setelah gencatan senjata yang sempat difasilitasi Malaysia bersama Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Juli lalu gagal bertahan lama. Kesepakatan tersebut runtuh pada awal Desember, memicu kembali pertempuran terbuka yang kini menelan korban jiwa dan memaksa ratusan ribu warga sipil mengungsi.

Pemerintah China mengirim Utusan Khusus untuk Urusan Asia, Deng Xijun, ke Phnom Penh pada pekan ini. Pengiriman itu menandai keseriusan Beijing untuk terlibat langsung dalam penyelesaian konflik regional Asia Tenggara, terutama menjelang pertemuan khusus negara-negara ASEAN yang dijadwalkan berlangsung pada Senin 22 Desember 2025.

Kementerian Luar Negeri Kamboja menyampaikan kunjungan tersebut secara resmi pada Sabtu (20/12/2025). Dalam pernyataannya, Phnom Penh menegaskan kembali sikap China dalam konflik ini.

“Deng Xijun menegaskan kembali bahwa China akan terus memainkan peran konstruktif dalam memfasilitasi dialog antara Kamboja dan Thailand dengan tujuan untuk mempromosikan penyelesaian sengketa secara damai,” kata Kemlu Kamboja dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters.

Masuknya China ke arena diplomasi dinilai tidak lepas dari kepentingan stabilitas kawasan. Asia Tenggara merupakan wilayah strategis bagi jalur perdagangan dan kepentingan ekonomi Beijing, sehingga konflik berkepanjangan berpotensi mengganggu stabilitas regional.

Amerika Serikat pun masih berupaya memainkan peran penyeimbang. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Jumat 19 Desember 2025 menyatakan optimisme Washington bahwa kedua negara dapat kembali mematuhi gencatan senjata dalam waktu dekat. Namun, pernyataan tersebut masih dibayangi kenyataan di lapangan, di mana tembakan dan serangan lintas batas belum sepenuhnya berhenti.

Dampak kemanusiaan konflik ini semakin mengkhawatirkan. Perang yang kembali pecah di perbatasan Kamboja–Thailand telah menewaskan sedikitnya 60 orang. Selain itu, sekitar 500 ribu warga dari kedua negara terpaksa meninggalkan rumah mereka demi mencari tempat yang lebih aman.

Pengamat menilai konflik ini bukan sekadar sengketa perbatasan, tetapi juga ujian bagi mekanisme penyelesaian konflik di kawasan ASEAN. Ketergantungan pada mediator eksternal seperti China dan Amerika Serikat mencerminkan lemahnya efektivitas resolusi internal regional.

Jika upaya diplomasi China gagal membuahkan hasil, konflik ini berisiko berlarut-larut dan memperdalam krisis kemanusiaan. Kawasan Asia Tenggara pun kembali dihadapkan pada tantangan serius menjaga stabilitas di tengah rivalitas kepentingan global. []

Admin04

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Social Media Auto Publish Powered By : XYZScripts.com