Kuliah di kedokteran tak melulu harus keluar duit banyak. Setidaknya, ini yang diklaim Universitas Mulawarman (Unmul), Samarinda. Humas Rektorat Unmul M Ikwan menuturkan, penilaian mahal tidaknya menempuh perkuliahan di Fakultas Kedokteran sedianya bergantung persepsi masyarakat. Jika melihat fasilitas dan bahan praktik para calon dokter tersebut tentu perlu biaya besar.
“Malah ada mahasiswa dari daerah Jawa mengaku, yang mahal itu biaya hidup di Kaltim. Bukan mahal kuliahnya,” jelasnya. Kata dia, biaya kuliah di universitas negeri satu-satunya di Kaltim ini relatif lebih murah dengan perguruan tinggi di Jawa. Dengan penerapan Uang Kuliah Tunggal (UKT), mahasiswa yang tidak mampu secara ekonomi namun mempunyai kemampuan akademik, dipastikan bisa bayar kuliah lebih murah.
“Kalau ada data dan bukti slip gaji orangtua. Calon mahasiswa (kedokteran) bisa saja hanya membayar Rp 500 ribu per semester,” terang dia. Sebagai perbandingan, di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, SPP untuk Pendidikan Kedokteran tertinggi adalah Rp 47,5 juta per semester. Uang itu belum termasuk biaya masuk atau uang pangkal maksimal Rp 100 juta selama masa studi.
Jika studi kedokteran diselesaikan selama delapan semester, maka biaya kuliahnya mencapai Rp 480 juta. Rinciannya adalah Rp 380 juta untuk uang SPP selama delapan semester dan sisanya Rp 100 juta untuk uang pangkal. Ikwan menjelaskan, Unmul membagi biaya perkuliahan kedokteran menjadi lima kelompok.
Kelompok pertama, dibebankan Rp 500 ribu, kelompok kedua Rp 1 Juta, kelompok ketiga Rp 10 juta, sedangkan kelompok empat Rp 13 juta dan yang termahal Rp 15 juta. “(Selama ini) Kan yang diberitakan hanya mengambil biaya tertinggi saja. Padahal mahasiswa (kedokteran) tidak semua membayar tinggi,” ungkap dia. Nah, siapa saja yang berhak kuliah di kedokteran dengan biaya semesteran “hanya” Rp 500 ribu, tim panitia penerima Unmul-lah yang menentukan.
Yakni dengan memverifikasi gaji orangtua untuk mengelompokkan berdasarkan UKT. Selain SPP, Unmul tidak lagi menarik uang pangkal setelah penerapan UKT 2013 lalu. Semua biaya perkuliahan digabung menjadi satu dalam slip pembayaran. “Kalau dulu, mereka (mahasiswa) masih diminta pungutan praktikum, kalau sekarang tidak,” terangnya.
Jadi, jika melihat biaya termahal di Fakultas Kedokteran untuk Program Studi Pendidikan Dokter Umum Rp 15 juta, maksimal 10 semester. Ditambah dengan biaya pendidikan profesi dokter selama dua semester Rp 30 juta. Maka setidaknya mahasiswa “hanya” mengeluarkan Rp 180 juta selama perkuliahan. Tahun ini Unmul akan menerima 70 calon mahasiswa untuk fakultas unggulan ini, sesuai dengan daya tampung yang telah dibuka.
Calon mahasiswa yang diterima melalui jalur Seleksi Nasional Melalui Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) ada 25 orang dari 35 pendaftar. Sehingga, pada Seleksi Bersama Melalui Perguruan Tinggi (SBMPTN) masih menyisakan 45 orang. Sebelumnya, Inspektur Jenderal (Irjen) Kemendikbud Haryono Umar mengaku prihatin dengan kampus-kampus negeri yang masih menarik SPP tinggi untuk menjadi dokter.
Sebab gaji dosen PNS di kampus negeri itu sudah ditanggung negara. Selain itu, kampus negeri juga masih menerima suntikan dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN). Contohnya Universitas Indonesia (UI) mendapatkan BOPTN sebesar Rp 226,7 miliar. Kemudian di Universitas Gadjah Mada (UGM) mendapatkan kucuran BOPTN Rp 170,1 miliar dan di Universitas Brawijaya (Unibraw) mendapatkan Rp 133 miliar.
“Dengan adanya kucuran BOPTN itu, harusnya beban masyarakat (SPP yang dibayar mahasiswa) makin turun,” kata Haryono. Tetapi pihak kampus umumnya beralasan bahwa uang dari BOPTN itu tidak cukup untuk menalangi biaya operasional, khususnya di Kedokteran.
Haryono mengatakan besaran BOPTN itu hanya meng-cover sebagian kebutuhan operasional PTN. Berbeda dengan dana bantuan operasional sekolah (BOS) di SD dan SMP yang sudah meng-cover seluruh kebutuhan sekolah. Sehingga SPP di SD dan SMP penerima dana BOS digratiskan. “Intinya saat ini BOPTN belum memenuhi semua anggaran operasional,” jelasnya. [] RedFj/KP