SAMARINDA – TIDAK terbukanya sejumlah dokumen terkait proyek bendungan Sepaku-Semoi dan Intake Sepaku, serta dokumen lainnya seputar megaproyek ibu kota negara (IKN) menjadi latar belakang Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim menggugat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono.
Sidang perdana gugatan tersebut telah digelar di Kantor Komisi Informasi Pusat di Jakarta kemarin, Selasa (27/6/2023). Gugatan ini merupakan kelanjutan dari laporan dan pendaftaran gugatan yang dilakukan pada tanggal 22 Februari 2023 dan terdaftar dengan nomor 011/II/KIP-PSI/2023.
Dalam gugatan tersebut, Jatam Kaltim memohon informasi mengenai tujuh dokumen terkait proyek Bendungan Sepaku-Semoi dan intake Sepaku, termasuk dokumen teknis pembangunan, persyaratan administratif, izin penggunaan sumber daya air, analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan dokumen persetujuan prinsip pembangunan.
Proyek pembangunan ini dilakukan sebagai bagian dari pembangunan Ibu Kota Negara baru di Kalimantan Timur yang telah dimulai sejak tahun 2021. Proyek pembangunan bendungan Sepaku-Semoi dan intake Sepaku diklaim untuk melayani kebutuhan air baku IKN dan wilayah sekitarnya.
Megaproyek pembangunan bendungan dan intake ini masing-masing dibangun di atas Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah Sepaku. Bendungan Sepaku Semoi berada di bentang Sungai Mentoyok atau yang sering disebut sungai Tengin dan Intake Sepaku dibangun di atas bentang Sungai Sepaku.
Divisi Kampanye Jatam Kaltim, Fachri Aziz, menerangkan bahwasanya, Proyek pembangunan yang dimulai sejak tahun 2021 itu diduga telah menimbulkan daya rusak bagi masyarakat Sepaku.
“Ada puluhan keluarga suku Balik kehilangan akses terhadap sungai karena terdampak pembangunan intake Sepaku. Diantaranya, kesulitan mendapatkan air untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari,” ucap Fachri Aziz saat konferensi pers di Klinik Kopi, Jalan Harmonika, Selasa (27/3/2023).
Lebih lanjut, Fachri menerangkan, air yang dulu gratis dari Sungai kini telah membeli air galon, setiap keluarga di wilayah Sepaku harus menunggu pembagian air dari pihak kontraktor proyek Bendungan akibat sungai Sepaku yang tidak bisa lagi diakses warga.
Sementara itu, Ia menambahkan mengenai daya rusak pembangunan bendungan Sepaku-Semoi di Sungai Tengin. Bahkan masyarakat terpaksa memindahkan sekitar 35 makam leluhur Suku Balik yang sudah ada disana sejak 200 tahun lamanya.
“Perusahaan memperlakukan makam-makam ini seperti barang yang bisa ditawar dan dibeli.
Karena dampak dan daya rusak yang ditimbulkan pada warga Sepaku,” jelasnya.
BUKAN DATA YANG DIRAHASIAKAN
Karena dampak dan daya rusak yang ditimbulkan pada warga, Jatam Kaltim pada 17 Oktober 2022 lalu, mengajukan permohonan informasi ke Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Dirjen SDA PUPR), terkait dokumen teknis dan amdal pembangunan megaproyek bendungan dan intake tersebut.
Dalam perjalanannya, pada 25 November 2022, Dirjen SDA PUPR menanggapi surat permohonan informasi tersebut, dengan jawaban menolak memberikan permohonan data dan dokumen yang diajukan Jatam Kaltim. Alasannya, dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.
“Pada 22 Desember 2022 dan 22 Februari 2023, Jatam kaltim akhirnya mengajukan surat keberatan dan gugatan pada Menteri Basuki mewakili Kementerian PUPR di KI Pusat Jakarta,” kata Fachri Aziz.
Menurut Fachri, alasan yang disampaikan oleh kementerian PUPR yang menyebut permintaan informasi tersebut mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan mengganggu persaingan usaha tidak sehat adalah alasan yang dibuat untuk menyembunyikan data informasi publik.
Karena dalam menentukan apakah informasi publik termasuk dalam kualifikasi yang dikecualikan atau tidak, selain sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga didasarkan pada kepatutan dan kepentingan umum yang didasarkan pada pengujian tentang konsekuensi yang timbul apabila suatu informasi diberikan kepada masyarakat serta setelah dipertimbangkan dengan seksama berdasarkan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang (UU) Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Fachri bilang, tujuh data dokumen hingga Amdal yang diminta dibuka tersebut bukanlah dokumen yang diklasifikasikan sebagai data yang dirahasiakan atau dikecualikan berdasarkan Pasal 17 UU 14 Tahun 2008.
Upaya Kementerian PUPR ini, katanya, adalah upaya menyembunyikan data publik. Berdasarkan Pasal 52 dalam UU 14 Tahun 2008., badan publik yang dengan sengaja tidak menyediakan informasi dapat diancam kurungan pidana 1 tahun dan bersama dengan denda.
Menyembunyikan informasi tentang proyek Bendungan Sepaku-Semoi dan Intake Sepaku yang merupakan bagian dari proyek ibu kota baru adalah sebuah kejahatan yang seharusnya tidak dilakukan oleh Kementerian PUPR dalam memulai sebuah proyek yang diperuntukan untuk kepentingan publik dan bersumber dari anggaran dana publik.
“Kejahatan ini juga merupakan skandal terhadap transparansi dan akuntabilitas global dan menunjukkan proses megaproyek ibu kota baru ini dimulai dengan kejahatan informasi,” ucap Fachri. []
Penulis : Hernanda Salsabila
Penyunting : Hadi Purnomo